Sunday, December 27, 2015

Taktik Lolos Tes Azhar (2)

Saya tidak menyangka kalau tulisan seputar taktik lolos tes ini bakal panjang. Baru dua poin tersampaikan, tetapi sudah menghabiskan dua lembar halaman A4. Untuk poin selanjutnya, semoga tidak terlalu panjang.

1.         Membuat rangkuman
Cara ini sebenarnya tidak relevan untuk diterapkan pada semua fakultas, terlebih pada semua orang. Maka, saya sedang berbincang kepada mereka yang tidak bisa lepas dari rangkuman atau memberi arahan kepada mereka yang kurang bergairah untuk merangkum.

Bagi saya, merangkum itu mempunyai tiga tujuan yaitu meringkas pelajaran yang terlalu panjang, mengukur pemahaman dengan mengutarakannya dalam bahasa sendiri pada ringkasan, dan yang terakhir membuat peta pikiran (maping). Setiap ringkasan memiliki bentuknya tersendiri. Maka, sebelum membuat rangkuman, tentukan terlebih dahulu satu dari tiga tujuan tersebut. Anda tidak bisa mencampur satu sama lain antara ketiga bentuk itu, kecuali mungkin antara poin pertama dan kedua, itupun hanya pada beberapa hal. Bisa juga mencampur ketiganya, tapi itu memakan waktu yang lama. Saya pernah mencobanya, tetapi ringkasan tersebut baru selesai dalam tempo berhari-hari. Benar-benar lelah.  Maka dari itu, buatlah ringkasan sesuai kebutuhan anda.

a.      Maping
Untuk penerapan, saya beri contoh dengan pengalaman pribadi. Saya kuliah di Fakultas Syariah wal Qanun jurusan Syariah Islamiyah. Sebagaimana yang anda tahu, buku-buku materi primer di jurusan saya tebalnya bisa digunakan untuk bantal, fiqh muqoron (perbandingan) semisal. Setiap jengkal buku itu harus dihapalkan. Perbedaan pendapat, argumen, diskusi argumen, bantahan argumen, tarjih, semuanya harus dihapal. Melihat fenomena ini, ketika tingkat 2 saya memutuskan untuk membuat rangkuman dengan tujuang maping. Saya memilih ini karena tidak ada yang bisa diringkas dari semua perbedaan mazhab di buku. Selain itu, bahasanya juga simpel, mudah dipahami dan tidak panjang. Maka, saya merasa tidak perlu juga mengutarakannya ulang dalam bahasa sendiri. Saya membutuhkan bentuk ke tiga dalam merangkum, yaitu membuat maping.

Dalam pelajaran fiqh muqoron, rangkuman bentuk maping sangat berguna. Ia mampu menghadirkan kembali hapalan-hapalan anda secara cepat tanpa membuka ulang buku. Untuk langkah-langkah penyusunannya, pembaca lebih mengetahui kebutuhan pribadi dari pada saya. Intinya, karakter dari rangkuman ini adalah mencantumkan pokok-pokok pembahasan saja.

b.      Membahasakan ulang
Contoh untuk penerapan bentuk ringkasan lain adalah pada pelajaran sastra arab. Tidak ada yang menyangsikan bahwa bahasa yang ada pada diktat sastra mampu membuat anda menghabiskan waktu berjam-jam di depan kamus. Untuk menghapalkan kata-kata asing itu dalam tempo singkat tentu sangat sukar. Belum lagi ditambah dengan susunan struktrur kalimat dalam buku ini yang dijamin membuat dahi mengernyit. Apakah anda akan menghapalkan kata-kata itu sebagaimana adanya? Komat-kamit tanpa mengerti apa yang sedang diucapkan hanya menambah waktu menghapal menjadi semakin lama dan membuat hapalan menguap lebih cepat.

Kalau toh mencoba menghapal tidak leterlek, yaitu dengan membuat kalimat sendiri tanpa ringkasan, maka anda akan boros waktu dan tenaga ketika menghadirkan kembali hapalan itu. Maksudnya begini, ketika anda berusaha melafalkan ulang hapalan itu, kemudian gagal, artinya anda harus membuka buku kembali. Sayangnya, ketika membuka buku, anda dapati bahwa kalimat yang anda susun –pastinya– tidak sesuai dengan yang tertulis di buku. Kemudian ketika menghapal kembali, anda akan menyusun sebuah kalimat baru. Hal ini akan terus menerus berulang setiap kali anda lupa. Lalu, berapa kali kita lupa dalam suatu materi? Kalau saya pribadi bisa lupa berkali-kali.

Dengan begitu, otomatis cara yang paling mudah adalah menuliskan ulang poin tersebut dengan kalimat kita sendiri secara ringkas. Cara seperti ini membuat hapalan lebih cepat melekat ketimbang menghapal dengan susunan kata yang random.

c.       Merangkum sekedar meringkas
Bentuk ini adalah yang paling umum digunakan. Karena terlalu umum, saya pribadi –sejauh yang saya ingat– belum pernah menggunakannya. Jika ingin diterapkan dalam dalam salah satu mata pelajaran jurusan saya, saya rasa qowaid fiqhiyyah adalah pelajaran yang paling tepat. Minimalnya perbedaan pendapat di materi ini, kemudahan isi materi dan bahasa, serta panjangnya materi yang dipaparkan membuat bentuk rangkuman ini bisa diterapkan pada pelajaran qowaid fiqhiyyah.

Hal terpenting yang perlu anda ketahui dari rangkuman adalah anda sedang menganak-pinakkan bacaan anda. Jika sebelumnya anda hanya membawa satu buku ketika masuk ruang ujian, maka saat ini ada satu buku dan beberapa lembar kertas. Artinya ini akan menambah daftar wajib baca anda sebelum memuntahkan isi kepala anda pada lembar jawaban.

Kesalahan fatal orang-orang yang mempunyai rangkuman adalah membaca kedua-duanya, buku dan lembaran rangkuman. Sebagaimana sudah maklum, bahwa metode agar cepat menghapal Alquran adalah dengan tidak menggonta-ganti mushaf. Metode menghapal ini bisa diterapkan untuk menghapal berbagai pelajaran lainnya. Maka, ketika seseorang membaca atau menghapal bergonta-ganti dari buku ke rangkuman sama artinya dengan menggonta-ganti mushaf hapalan. Ini akan menimbulkan kekacauan pada otak ketika kita sedang memanggil ulang hapalan itu. Dalam proses pemanggilan hapalan ini, anda akan memetakan semua yang telah anda baca. Kalau peta dalam otak anda terkadang ke rangkuman dan pada satu waktu ke buku, maka isi otak waktu itu ibarat kapal pecah. Berantakan. Ombak menyapu puingnya ke lautan tak berujung. Tidak bisa disatukan.

Maka dari itu, saya lebih sering membuat rangkuman yang fungsinya hanya maping. Itu pun saya buat seringkas-ringkasnya. Tanyakan saja pada kawan-kawan saya. Rangkuman yang saya buat biasanya berupa beberapa lembar kertas HVS berukuran A4 yang dibagi empat. Ini karena saya tahu bahwa saya tidak bisa untuk tidak kembali melirik buku diktat asli. Selain itu, tidak jarang ada soal yang keluar dari hal-hal sepele yang dalam benak kita tidak perlu dimasukkan di dalam rangkuman. Keuntungan membuat maping yang super ringkas tadi juga untuk mengendapkan ingatan ke dasar otak yang paling dalam sehingga jika saya membaca bergantian dari rangkuman ke buku tidak merusak ingatan saya.

Lalu, dalam merangkum, apakah anda masih menggunakan cara klasik dengan menulis poin-poin materi dengan urutan yang ada di buku? Ini adalah hal yang saya masih heran. Banyak kawan-kawan yang kesusahan mengahapalkan definisi karena banyak kesamaan antara definisi, kesulitan menghapalkan berbagai dalil juga karena sering terbolak-balik dan beberapa kesulitan lainnya. Kenapa tidak segera dipecahkan saja masalah itu?

Saya pribadi membuat rangkuman untuk memecahkan problem yang diantaranya adalah dua hal di atas. Saya mengumpulkan definisi pada satu kertas A4 dibagi 4, dalil pada kertas lain, dan beberapa kesamaan yang membuat hapalan semrawut di kertas lainnya lagi. Mungkin seperti Imam Suyuthi yang mengumpulkan permasalahan-permasalahan fikih yang berserakan dan mempunyai kemiripan pada satu kaidah tersendiri (intermezzo, sebuah khayalan dari pelamun).

Untuk tambahan, tiga bentuk rangkuman yang dipaparkan di atas bisa dipakai dalam satu mata pelajaran secara bersamaan tanpa menguras waktu dalam merangkumnya. Caranya adalah dengan pemakaian sesuai kebutuhan. Jika dalam argumen anda butuh membahasakannya ulang dengan pemahaman individu, maka kumpulkan argumen-argumen tersebut dalam satu kertas dengan rangkuman bentuk tersebut. Jika anda butuh pemetaan singkat tentang judul-judul besar, kumpulkan juga dalam maping singkat.


Kemudian, untuk mengatasi problem “gonta-ganti mushaf”, biasanya juga saya siasati dengan tidak membuat rangkumannya dalam kertas. Beberapa saya cantumkan langsung di dalam buku diktat. Ini lebih baik ketimbang saya harus bunuh diri dengan membuat rangkuman yang hanya berujung pecah belah ketika masuk ruang ujian. Kalau itu terjadi, artinya saya rugi dua kali. Pertama, saya kehabisan waktu untuk merangkum; kedua, usaha itu malah membuat kacau konsentrasi ketika ujian. Jika kemungkinan ini yang akan muncul ketika membuat rangkuman, saran saya, tinggalkan!

No comments:

Post a Comment