Saya tidak menyangka
kalau tulisan seputar taktik lolos tes ini bakal panjang. Baru dua poin
tersampaikan, tetapi sudah menghabiskan dua lembar halaman A4. Untuk poin
selanjutnya, semoga tidak terlalu panjang.
1.
Membuat rangkuman
Cara ini sebenarnya
tidak relevan untuk diterapkan pada semua fakultas, terlebih pada semua orang.
Maka, saya sedang berbincang kepada mereka yang tidak bisa lepas dari rangkuman
atau memberi arahan kepada mereka yang kurang bergairah untuk merangkum.
Bagi saya, merangkum
itu mempunyai tiga tujuan yaitu meringkas pelajaran yang terlalu panjang, mengukur
pemahaman dengan mengutarakannya dalam bahasa sendiri pada ringkasan, dan yang
terakhir membuat peta pikiran (maping). Setiap ringkasan memiliki
bentuknya tersendiri. Maka, sebelum membuat rangkuman, tentukan terlebih dahulu
satu dari tiga tujuan tersebut. Anda tidak bisa mencampur satu sama lain antara
ketiga bentuk itu, kecuali mungkin antara poin pertama dan kedua, itupun hanya
pada beberapa hal. Bisa juga mencampur ketiganya, tapi itu memakan waktu yang
lama. Saya pernah mencobanya, tetapi ringkasan tersebut baru selesai dalam
tempo berhari-hari. Benar-benar lelah. Maka
dari itu, buatlah ringkasan sesuai kebutuhan anda.
a.
Maping
Untuk penerapan, saya beri contoh dengan pengalaman pribadi. Saya kuliah
di Fakultas Syariah wal Qanun jurusan Syariah Islamiyah. Sebagaimana yang anda
tahu, buku-buku materi primer di jurusan saya tebalnya bisa digunakan untuk
bantal, fiqh muqoron (perbandingan) semisal. Setiap jengkal buku
itu harus dihapalkan. Perbedaan pendapat, argumen, diskusi argumen, bantahan
argumen, tarjih, semuanya harus dihapal. Melihat fenomena ini, ketika tingkat 2
saya memutuskan untuk membuat rangkuman dengan tujuang maping. Saya memilih
ini karena tidak ada yang bisa diringkas dari semua perbedaan mazhab di buku.
Selain itu, bahasanya juga simpel, mudah dipahami dan tidak panjang. Maka, saya
merasa tidak perlu juga mengutarakannya ulang dalam bahasa sendiri. Saya
membutuhkan bentuk ke tiga dalam merangkum, yaitu membuat maping.
Dalam pelajaran fiqh muqoron, rangkuman bentuk maping sangat
berguna. Ia mampu menghadirkan kembali hapalan-hapalan anda secara cepat tanpa
membuka ulang buku. Untuk langkah-langkah penyusunannya, pembaca lebih
mengetahui kebutuhan pribadi dari pada saya. Intinya, karakter dari rangkuman
ini adalah mencantumkan pokok-pokok pembahasan saja.
b.
Membahasakan ulang
Contoh untuk penerapan bentuk ringkasan lain adalah pada pelajaran
sastra arab. Tidak ada yang menyangsikan bahwa bahasa yang ada pada diktat
sastra mampu membuat anda menghabiskan waktu berjam-jam di depan kamus. Untuk
menghapalkan kata-kata asing itu dalam tempo singkat tentu sangat sukar. Belum
lagi ditambah dengan susunan struktrur kalimat dalam buku ini yang dijamin
membuat dahi mengernyit. Apakah anda akan menghapalkan kata-kata itu
sebagaimana adanya? Komat-kamit tanpa mengerti apa yang sedang diucapkan hanya
menambah waktu menghapal menjadi semakin lama dan membuat hapalan menguap lebih
cepat.
Kalau toh mencoba menghapal tidak leterlek, yaitu dengan
membuat kalimat sendiri tanpa ringkasan, maka anda akan boros waktu dan tenaga ketika
menghadirkan kembali hapalan itu. Maksudnya begini, ketika anda berusaha
melafalkan ulang hapalan itu, kemudian gagal, artinya anda harus membuka buku
kembali. Sayangnya, ketika membuka buku, anda dapati bahwa kalimat yang anda
susun –pastinya– tidak sesuai dengan yang tertulis di buku. Kemudian ketika
menghapal kembali, anda akan menyusun sebuah kalimat baru. Hal ini akan terus
menerus berulang setiap kali anda lupa. Lalu, berapa kali kita lupa dalam suatu
materi? Kalau saya pribadi bisa lupa berkali-kali.
Dengan begitu, otomatis cara yang paling mudah adalah menuliskan ulang
poin tersebut dengan kalimat kita sendiri secara ringkas. Cara seperti ini
membuat hapalan lebih cepat melekat ketimbang menghapal dengan susunan kata
yang random.
c.
Merangkum sekedar meringkas
Bentuk ini adalah yang paling umum digunakan. Karena terlalu umum, saya
pribadi –sejauh yang saya ingat– belum pernah menggunakannya. Jika ingin
diterapkan dalam dalam salah satu mata pelajaran jurusan saya, saya rasa qowaid
fiqhiyyah adalah pelajaran yang paling tepat. Minimalnya perbedaan pendapat
di materi ini, kemudahan isi materi dan bahasa, serta panjangnya materi yang
dipaparkan membuat bentuk rangkuman ini bisa diterapkan pada pelajaran qowaid
fiqhiyyah.
Hal terpenting yang
perlu anda ketahui dari rangkuman adalah anda sedang menganak-pinakkan bacaan
anda. Jika sebelumnya anda hanya membawa satu buku ketika masuk ruang ujian,
maka saat ini ada satu buku dan beberapa lembar kertas. Artinya ini akan
menambah daftar wajib baca anda sebelum memuntahkan isi kepala anda pada lembar
jawaban.
Kesalahan fatal
orang-orang yang mempunyai rangkuman adalah membaca kedua-duanya, buku dan
lembaran rangkuman. Sebagaimana sudah maklum, bahwa metode agar cepat menghapal
Alquran adalah dengan tidak menggonta-ganti mushaf. Metode menghapal ini bisa
diterapkan untuk menghapal berbagai pelajaran lainnya. Maka, ketika seseorang
membaca atau menghapal bergonta-ganti dari buku ke rangkuman sama artinya
dengan menggonta-ganti mushaf hapalan. Ini akan menimbulkan kekacauan pada otak
ketika kita sedang memanggil ulang hapalan itu. Dalam proses pemanggilan
hapalan ini, anda akan memetakan semua yang telah anda baca. Kalau peta dalam
otak anda terkadang ke rangkuman dan pada satu waktu ke buku, maka isi otak
waktu itu ibarat kapal pecah. Berantakan. Ombak menyapu puingnya ke lautan tak
berujung. Tidak bisa disatukan.
Maka dari itu, saya
lebih sering membuat rangkuman yang fungsinya hanya maping. Itu pun saya
buat seringkas-ringkasnya. Tanyakan saja pada kawan-kawan saya. Rangkuman yang
saya buat biasanya berupa beberapa lembar kertas HVS berukuran A4 yang dibagi
empat. Ini karena saya tahu bahwa saya tidak bisa untuk tidak kembali melirik
buku diktat asli. Selain itu, tidak jarang ada soal yang keluar dari hal-hal
sepele yang dalam benak kita tidak perlu dimasukkan di dalam rangkuman.
Keuntungan membuat maping yang super ringkas tadi juga untuk
mengendapkan ingatan ke dasar otak yang paling dalam sehingga jika saya membaca
bergantian dari rangkuman ke buku tidak merusak ingatan saya.
Lalu, dalam merangkum,
apakah anda masih menggunakan cara klasik dengan menulis poin-poin materi
dengan urutan yang ada di buku? Ini adalah hal yang saya masih heran. Banyak
kawan-kawan yang kesusahan mengahapalkan definisi karena banyak kesamaan antara
definisi, kesulitan menghapalkan berbagai dalil juga karena sering
terbolak-balik dan beberapa kesulitan lainnya. Kenapa tidak segera dipecahkan
saja masalah itu?
Saya pribadi membuat
rangkuman untuk memecahkan problem yang diantaranya adalah dua hal di atas.
Saya mengumpulkan definisi pada satu kertas A4 dibagi 4, dalil pada kertas
lain, dan beberapa kesamaan yang membuat hapalan semrawut di kertas
lainnya lagi. Mungkin seperti Imam Suyuthi yang mengumpulkan
permasalahan-permasalahan fikih yang berserakan dan mempunyai kemiripan pada
satu kaidah tersendiri (intermezzo, sebuah khayalan dari pelamun).
Untuk tambahan, tiga
bentuk rangkuman yang dipaparkan di atas bisa dipakai dalam satu mata pelajaran
secara bersamaan tanpa menguras waktu dalam merangkumnya. Caranya adalah dengan
pemakaian sesuai kebutuhan. Jika dalam argumen anda butuh membahasakannya ulang
dengan pemahaman individu, maka kumpulkan argumen-argumen tersebut dalam satu
kertas dengan rangkuman bentuk tersebut. Jika anda butuh pemetaan singkat
tentang judul-judul besar, kumpulkan juga dalam maping singkat.
Kemudian, untuk
mengatasi problem “gonta-ganti mushaf”, biasanya juga saya siasati dengan tidak
membuat rangkumannya dalam kertas. Beberapa saya cantumkan langsung di dalam
buku diktat. Ini lebih baik ketimbang saya harus bunuh diri dengan membuat
rangkuman yang hanya berujung pecah belah ketika masuk ruang ujian. Kalau itu
terjadi, artinya saya rugi dua kali. Pertama, saya kehabisan waktu untuk
merangkum; kedua, usaha itu malah membuat kacau konsentrasi ketika ujian. Jika
kemungkinan ini yang akan muncul ketika membuat rangkuman, saran saya,
tinggalkan!
No comments:
Post a Comment