Tanpa harus
menyebutkan hasil riset dari Nielsen yang mendapati pola konsumsi bangsa
Indonesia tertinggi di dunia, kita sudah tahu bahwa bangsa kita ini konsumtif. Perilaku
konsumtif ini semakin sempurna ditambah dengan hasil riset Boston Consulting
Group yang mengatakan daya beli warga Indonesia semakin tinggi.
Soal berperilaku
konsumtif memang salah, tapi kesalahan ini semakin parah jika dibarengi
hilangnya nasionalisme. Seharusnya, pola konsumtif ini mampu meningkatkan
gairah produksi domestik. Nyatanya, kebijakan-kebijakan ekonomi justru berarah
kepada hal yang sebaliknya.
Mari saya sebutkan
satu contoh paling mudah perkara hilangnya nasionalisme, tas wanita. Para kaum
hawa lebih tertarik tas bermerek Gucci ketimbang Bagteria yang
notabene merupakan produk Indonesia dan telah mendunia. Adapun bagi kaum adam,
jeans bermerek Lea karya anak bangsa juga semakin termajinalkan.
Memang tidak
dipungkiri, bahwa ketika memilih barang non-domestik, pertimbangannya tidak
terlepas dari kualitas barang tersebut lebih baik, harga lebih murah atau
sekedar style. Dalam hukum permintaan, tiga hal ini memang faktor kuat dalam
menentukan jumlah permintaan terhadap barang. Tapi, seharusnya passion
untuk menggunakan produk dalam negeri turut didongkrak karena juga mempengaruhi
permintaan.
Jangan berkata bahwa
menanamkan nasionalisme dengan menggunakan produk domestik terkesan utopis. Apa
yang dicapai oleh negara-negara yang sempat terembargo seperti Iran ataupun Cina
cukup memberi contoh. Kedua negara ini sekarang sudah dikenal dengan
kemandiriannya.
Pada tahap
selanjutnya, rekonstruksi gaya hidup konsumtif dengan menambahkan ruh nasionalisme
akan mengobati problematika fundamental atas pergerakan roda perekonomian
Indonesia. Nasionalisme menciptakan berbagai lapangan kerja untuk mencukupi
tingkat konsumtif bangsa ini. Lebih lanjut lagi, aliran dana yang datang dari
luar negeri bisa dimaksimalkan untuk menumbuhkan sektor riil. Pembangunan
infrastrutkur yang menunjang pegerakan barang dan jasa digalakkan. Riset-riset
untuk pengembangan produksi juga menjadi ramai. Yang lebih penting lagi,
kebijakan pemerintah akan pro kemandirian bangsa. Dari sini, secara gradual
kuota impor akan berkurang. Sebaliknya, produksi domestik dengan riset yang
telah dikembangkan mulai bisa merongrong pasar internasional.
No comments:
Post a Comment