Saturday, December 26, 2015

Merekonstruksi Gaya Hidup Konsumtif

Tanpa harus menyebutkan hasil riset dari Nielsen yang mendapati pola konsumsi bangsa Indonesia tertinggi di dunia, kita sudah tahu bahwa bangsa kita ini konsumtif. Perilaku konsumtif ini semakin sempurna ditambah dengan hasil riset Boston Consulting Group yang mengatakan daya beli warga Indonesia semakin tinggi.

Soal berperilaku konsumtif memang salah, tapi kesalahan ini semakin parah jika dibarengi hilangnya nasionalisme. Seharusnya, pola konsumtif ini mampu meningkatkan gairah produksi domestik. Nyatanya, kebijakan-kebijakan ekonomi justru berarah kepada hal yang sebaliknya.

Mari saya sebutkan satu contoh paling mudah perkara hilangnya nasionalisme, tas wanita. Para kaum hawa lebih tertarik tas bermerek Gucci ketimbang Bagteria yang notabene merupakan produk Indonesia dan telah mendunia. Adapun bagi kaum adam, jeans bermerek Lea karya anak bangsa juga semakin termajinalkan.

Memang tidak dipungkiri, bahwa ketika memilih barang non-domestik, pertimbangannya tidak terlepas dari kualitas barang tersebut lebih baik, harga lebih murah atau sekedar style. Dalam hukum permintaan, tiga hal ini memang faktor kuat dalam menentukan jumlah permintaan terhadap barang. Tapi, seharusnya passion untuk menggunakan produk dalam negeri turut didongkrak karena juga mempengaruhi permintaan.

Jangan berkata bahwa menanamkan nasionalisme dengan menggunakan produk domestik terkesan utopis. Apa yang dicapai oleh negara-negara yang sempat terembargo seperti Iran ataupun Cina cukup memberi contoh. Kedua negara ini sekarang sudah dikenal dengan kemandiriannya.


Pada tahap selanjutnya, rekonstruksi gaya hidup konsumtif dengan menambahkan ruh nasionalisme akan mengobati problematika fundamental atas pergerakan roda perekonomian Indonesia. Nasionalisme menciptakan berbagai lapangan kerja untuk mencukupi tingkat konsumtif bangsa ini. Lebih lanjut lagi, aliran dana yang datang dari luar negeri bisa dimaksimalkan untuk menumbuhkan sektor riil. Pembangunan infrastrutkur yang menunjang pegerakan barang dan jasa digalakkan. Riset-riset untuk pengembangan produksi juga menjadi ramai. Yang lebih penting lagi, kebijakan pemerintah akan pro kemandirian bangsa. Dari sini, secara gradual kuota impor akan berkurang. Sebaliknya, produksi domestik dengan riset yang telah dikembangkan mulai bisa merongrong pasar internasional.

No comments:

Post a Comment