Saturday, December 26, 2015

Bangkitkan Integritas Warga, Jerman Usung Toleransi Beragama

Di tengah maraknya fobia akan Islam, populasi muslim di Jerman justru semakin meningkat. Sebelumnya, pertumbuhan Islam yang pesat di Jerman sempat digugat secara terang-terangan oleh Menteri Dalam Negeri Jerman, Hans Peter Friedrich. Namun, tidak lama setelah itu, Presiden Jerman, Christian Wulff menolak asusmi tersebut dengan pernyataannya bahwa Islam sekarang sudah menjadi bagian dari Jerman. Hal senada diungkapkan oleh Menteri Keuangan Jerman, Wolfgan Schauble. Wolfgan juga memberi peringatan agar tidak terjadi diskrimanasi antar warga Jerman Muslim dan non-Muslim.

Tingkat populasi Islam yang meningkat itu bisa dilihat dari data statistik yang dikumpulkan oleh lembaga Das Islam Archiv. Hasil yang didapatkan oleh lembagai ini sangat spektakuler. Dalam kurun waktu satu tahun, terhitung dari Juli 2005 hingga Juni 2006, warga Jerman yang memeluk Islam bertambah 4000 orang. Dalam kurun waktu berikutnya, warga yang masuk Islam meningkat lebih drastis. Tidak hanya berhenti pada angka 4000, tapi mencapai 6000 per tahun. Pada tahun 2010, tercatat setidaknya ada 2,3 juta jiwa penduduk Jerman yang memeluk agama Islam. Adapun pada tahun 2012 ini, The Pew Forum on Religion and Public Life melaporkan bahwa jumlah komunitas Muslim di Jerman saat ini sudah mencapai angka 4 juta.

Jumlah 4 juta memang sangat sedikit jika dibandingkan dengan keseluruhan warga Jerman yang berjumlah 82 juta jiwa. Namun, dengan jumlah muslim yang terus meningkat secara signifikan setiap tahunnya, pemerintah akhirnya memberikan respon positif. Hamburg, kota terbesar ke dua setelah Berlin di Jerman mengakui Idul Fitri sebagai Hari Raya Islam dengan memberikan kesempatan libur bagi warga muslim di sana pada September kemarin. Tentu saja ini menjadi kabar menggemberikan bagi minoritas muslim di Hamburg yang hanya berjumlah 150 ribu jiwa.

Deklarasi Hari Raya Islam serta persamaan hak tadi tidak didapatkan oleh warga muslim di Hamburg dengan harga murah. Mereka telah berjuang selama 5-6 tahun untuk mendapatkan hak-hak keislaman. Kesepakatan itu dicapai melalui perdebatan nasional tentang hak-hak yang harus diakomodir oleh pemerintah lokal terkait dengan umat Islam.  

Kesepakatan ini tentunya mengintregasikan muslim Hamburg pada berbagai aktivitas nyata di masyarakat. Misalnya saja, sekolah-sekolah umum yang ada di Hamburg. Guru muslim bisa diangkat oleh sekolah tersebut guna mengajar agama Islam pada kelas dengan murid yang beragama Islam. Hal itu sudah dilaksanakan pada beberapa sekolah umum di Hamburg.

Kurikulum Islam yang dimasukkan ke sekolah umum sebenarnya tidak hanya terjadi di Hamburg saja. Menteri Pendidikan Jerman, Annete Schavan mendukung rencana masuknya Islam sebagai bagian dari kurikulum Jerman. Dengan kurikulum tersebut,  Annete Schavan ingin membuat transparansi akan pendidikan Islam untuk menjauhkannya dari citra kekerasan dan radikalisme.

Negara bagian Jerman lain yang telah menerapkan keputusan Annete Schavan itu adalah Niedersachsen (Lower Saxony). Bernd Althusmann sebagai Menteri Pendidikan negara bagian tersebut mengamini kebijakan Schavan dengan menerapkannya pada sekolah-sekolah di sana. Althusmann berniat untuk memasukkan pendidikan Islam pada seluruh sekolah dengan menjadikannya kurikulum utama. Untuk saat ini, sistem pendidikan Islam setidaknya sudah diujicobakan di negara bagian itu pada 42 sekolah dengan jumlah siswa sekitar 2000 muslim.

Masih mengenai kurikulum pendidikan, mantan Menteri Dalam Negeri Jerman, Thomas de Maziere juga melontarkan hal senada dengan Schavan. Hal itu ia ungkapkan saat kunjungannya ke Nuremberg, Jerman Selatan pada Februari 2011 lalu. De Maziere menyeru agar 16 negara bagian di Jerman memasukkan agama Islam dalam kurikulum di sekolah-sekolah mereka. Seruan ini sebenarnya tergolong terlambat karena beberapa negara bagian telah memasukkan agama Islam pada kurikulum sekolah. Hanya saja, seruan ini bertujuan untuk menawarkan Islam sebagai subjek reguler pada sekolah-sekolah di seluruh negeri.

Sayangnya, agama Islam yang sudah dimasukkan ke kurikulum sekolah di Jerman tidak dibarengi dengan kwantitas tenaga pengajar yang memadai. Pada tahun 2008, hanya ada 120-150 guru agama Islam yang tersebar di seluruh Jerman sebagaimana dilansir oleh Kantor Berita Common Ground (CGNews). Jumlah itu sangat tidak memadai dibandingkan dengan jumlah murid yang mencapai 750 ribu siswa, ditambah lagi 80 jumlah guru berada di Rhine-Westphalia Utara. Terlebih lagi jumlah pemeluk Islam pada tahun itu masih sangat jauh dibandingkan 2012 ini, jumlah guru agama yang dibutuhkan bisa jadi berkali lipat dibanding 4 tahun yang lalu.

Aspek kekurangan guru agama atau ustadz ini bukan hanya dirasakan pada sektor pendidikan formal. Dampak minimnya para pemuka agama juga mempengaruhi jalannya dakwah dan kegiatan Islam di luar bangku sekolah. Jangankan untuk berdakwah atau memberi binaan kepada mualaf, untuk menerima pernyataan syahadat saja lembaga Islam di sana sering kewalahan. Diewahrelegion.de sebagai salah satu lembaga Islam di Jerman akhirnya terpaksa menerima pernyataan syahadat melalui pelayanan via telepon.

Untuk mengisi kekosongan sementara, tidak jarang warga Indonesia mengulurkan tangan untuk membantu. Bahkan mereka mengambil peran penting dalam dinamika dakwah di Jerman seperti yang dilakukan oleh muslim Indonesia di Hamburg. Warga muslim Indonesia di Hamburg yang tergabung dalam Indonesischen Islamischen Centrums (IIC) mengelola sebuah masjid di pusat kota serta mengadakan berbagai kegiatan keagamaan di sana. Diantaranya adalah Taman Pendidikan al-Quran (TPA), program pembinaan muallaf, pengajian umum dan lain-lain.

Jika muslim Indonesia di Hamburg mempunyai organisasi IIC lengkap dengan masjidnya, di Berlin muslim Indonesia mendirikan Masjid al Falah. Bagaimanapun juga, baik muslim Indonesia di Hamburg maupun Berlin serta muslim Jerman secara umum bernaung pada lembaga Islam terbesar bernama Zentralart Muslim Deutschlands (ZMD) atau Dewan Pusat Muslim Jerman.

Selain kekurangan tenaga, komunitas muslim di Jerman juga kekurangan fasilitas, khususnya masjid. Masjid yang ada selama ini ada biasanya hanya berupa beberapa ruko yang disewa kemudian dijadikan satu untuk difungsikan sebagai masjid. Itupun terkadang letaknya tidak strategis, banyak masjid yang terpaksa berada berdekatan dengan tempat diskotik karena sama-sama menyewa.


Tapi menurut surat kabar Field, masjid di Jerman yang memiliki menara dan kubah meningkat jumlahnya. Bersmaan dengan itu, jumlah gereja yang ada di Jerman justru menurun. Sebanyak 96 dari 350 gereja tinggal menunggu waktunya saja untuk dihentikan. Gereja dialih fungsikan untuk tujuan lain. Salah satu penyebab utamanya adalah bekurangnya pengunjung serta merosotnya pendapatan yang dihasilkan.

*Dipublikasikan di Majalah La Tansa IKPM Mesir
Oktober 2012

No comments:

Post a Comment