Di tengah maraknya fobia akan Islam, populasi muslim di
Jerman justru semakin meningkat. Sebelumnya, pertumbuhan Islam yang pesat di
Jerman sempat digugat secara terang-terangan oleh Menteri Dalam Negeri Jerman,
Hans Peter Friedrich. Namun, tidak lama setelah itu, Presiden Jerman, Christian
Wulff menolak asusmi tersebut dengan pernyataannya bahwa Islam sekarang sudah
menjadi bagian dari Jerman. Hal senada diungkapkan oleh Menteri Keuangan Jerman,
Wolfgan Schauble. Wolfgan juga memberi peringatan agar tidak terjadi
diskrimanasi antar warga Jerman Muslim dan non-Muslim.
Tingkat populasi Islam yang meningkat itu bisa dilihat dari
data statistik yang dikumpulkan oleh lembaga Das Islam Archiv. Hasil
yang didapatkan oleh lembagai ini sangat spektakuler. Dalam kurun waktu satu
tahun, terhitung dari Juli 2005 hingga Juni 2006, warga Jerman yang memeluk
Islam bertambah 4000 orang. Dalam kurun waktu berikutnya, warga yang masuk
Islam meningkat lebih drastis. Tidak hanya berhenti pada angka 4000, tapi
mencapai 6000 per tahun. Pada tahun 2010, tercatat setidaknya ada 2,3 juta jiwa
penduduk Jerman yang memeluk agama Islam. Adapun pada tahun 2012 ini, The Pew
Forum on Religion and Public Life melaporkan bahwa jumlah komunitas Muslim di
Jerman saat ini sudah mencapai angka 4 juta.
Jumlah 4 juta memang sangat sedikit jika dibandingkan dengan
keseluruhan warga Jerman yang berjumlah 82 juta jiwa. Namun, dengan jumlah
muslim yang terus meningkat secara signifikan setiap tahunnya, pemerintah
akhirnya memberikan respon positif. Hamburg, kota terbesar ke dua setelah
Berlin di Jerman mengakui Idul Fitri sebagai Hari Raya Islam dengan memberikan
kesempatan libur bagi warga muslim di sana pada September kemarin. Tentu saja
ini menjadi kabar menggemberikan bagi minoritas muslim di Hamburg yang hanya
berjumlah 150 ribu jiwa.
Deklarasi Hari Raya Islam serta persamaan hak tadi tidak
didapatkan oleh warga muslim di Hamburg dengan harga murah. Mereka telah
berjuang selama 5-6 tahun untuk mendapatkan hak-hak keislaman. Kesepakatan itu
dicapai melalui perdebatan nasional tentang hak-hak yang harus diakomodir oleh
pemerintah lokal terkait dengan umat Islam.
Kesepakatan ini tentunya mengintregasikan muslim Hamburg
pada berbagai aktivitas nyata di masyarakat. Misalnya saja, sekolah-sekolah
umum yang ada di Hamburg. Guru muslim bisa diangkat oleh sekolah tersebut guna
mengajar agama Islam pada kelas dengan murid yang beragama Islam. Hal itu sudah
dilaksanakan pada beberapa sekolah umum di Hamburg.
Kurikulum Islam yang dimasukkan ke sekolah umum sebenarnya
tidak hanya terjadi di Hamburg saja. Menteri Pendidikan Jerman, Annete Schavan
mendukung rencana masuknya Islam sebagai bagian dari kurikulum Jerman. Dengan
kurikulum tersebut, Annete Schavan ingin
membuat transparansi akan pendidikan Islam untuk menjauhkannya dari citra
kekerasan dan radikalisme.
Negara bagian Jerman lain yang telah menerapkan keputusan
Annete Schavan itu adalah Niedersachsen (Lower Saxony). Bernd Althusmann
sebagai Menteri Pendidikan negara bagian tersebut mengamini kebijakan Schavan
dengan menerapkannya pada sekolah-sekolah di sana. Althusmann berniat untuk
memasukkan pendidikan Islam pada seluruh sekolah dengan menjadikannya kurikulum
utama. Untuk saat ini, sistem pendidikan Islam setidaknya sudah diujicobakan di
negara bagian itu pada 42 sekolah dengan jumlah siswa sekitar 2000 muslim.
Masih mengenai kurikulum pendidikan, mantan Menteri Dalam
Negeri Jerman, Thomas de Maziere juga melontarkan hal senada dengan Schavan.
Hal itu ia ungkapkan saat kunjungannya ke Nuremberg, Jerman Selatan pada
Februari 2011 lalu. De Maziere menyeru agar 16 negara bagian di Jerman
memasukkan agama Islam dalam kurikulum di sekolah-sekolah mereka. Seruan ini
sebenarnya tergolong terlambat karena beberapa negara bagian telah memasukkan
agama Islam pada kurikulum sekolah. Hanya saja, seruan ini bertujuan untuk
menawarkan Islam sebagai subjek reguler pada sekolah-sekolah di seluruh negeri.
Sayangnya, agama Islam yang sudah dimasukkan ke kurikulum
sekolah di Jerman tidak dibarengi dengan kwantitas tenaga pengajar yang
memadai. Pada tahun 2008, hanya ada 120-150 guru agama Islam yang tersebar di
seluruh Jerman sebagaimana dilansir oleh Kantor Berita Common Ground (CGNews).
Jumlah itu sangat tidak memadai dibandingkan dengan jumlah murid yang mencapai
750 ribu siswa, ditambah lagi 80 jumlah guru berada di Rhine-Westphalia Utara.
Terlebih lagi jumlah pemeluk Islam pada tahun itu masih sangat jauh dibandingkan
2012 ini, jumlah guru agama yang dibutuhkan bisa jadi berkali lipat dibanding 4
tahun yang lalu.
Aspek kekurangan guru agama atau ustadz ini bukan hanya
dirasakan pada sektor pendidikan formal. Dampak minimnya para pemuka agama juga
mempengaruhi jalannya dakwah dan kegiatan Islam di luar bangku sekolah.
Jangankan untuk berdakwah atau memberi binaan kepada mualaf, untuk menerima
pernyataan syahadat saja lembaga Islam di sana sering kewalahan.
Diewahrelegion.de sebagai salah satu lembaga Islam di Jerman akhirnya terpaksa
menerima pernyataan syahadat melalui pelayanan via telepon.
Untuk mengisi kekosongan sementara, tidak jarang warga
Indonesia mengulurkan tangan untuk membantu. Bahkan mereka mengambil peran
penting dalam dinamika dakwah di Jerman seperti yang dilakukan oleh muslim
Indonesia di Hamburg. Warga muslim Indonesia di Hamburg yang tergabung dalam
Indonesischen Islamischen Centrums (IIC) mengelola sebuah masjid di pusat kota
serta mengadakan berbagai kegiatan keagamaan di sana. Diantaranya adalah Taman
Pendidikan al-Quran (TPA), program pembinaan muallaf, pengajian umum dan
lain-lain.
Jika muslim Indonesia di Hamburg mempunyai organisasi IIC
lengkap dengan masjidnya, di Berlin muslim Indonesia mendirikan Masjid al
Falah. Bagaimanapun juga, baik muslim Indonesia di Hamburg maupun Berlin serta muslim
Jerman secara umum bernaung pada lembaga Islam terbesar bernama Zentralart
Muslim Deutschlands (ZMD) atau Dewan Pusat Muslim Jerman.
Selain kekurangan tenaga, komunitas muslim di Jerman juga
kekurangan fasilitas, khususnya masjid. Masjid yang ada selama ini ada biasanya
hanya berupa beberapa ruko yang disewa kemudian dijadikan satu untuk difungsikan
sebagai masjid. Itupun terkadang letaknya tidak strategis, banyak masjid yang
terpaksa berada berdekatan dengan tempat diskotik karena sama-sama menyewa.
Tapi menurut surat kabar Field, masjid di Jerman yang
memiliki menara dan kubah meningkat jumlahnya. Bersmaan dengan itu, jumlah
gereja yang ada di Jerman justru menurun. Sebanyak 96 dari 350 gereja tinggal
menunggu waktunya saja untuk dihentikan. Gereja dialih fungsikan untuk tujuan
lain. Salah satu penyebab utamanya adalah bekurangnya pengunjung serta
merosotnya pendapatan yang dihasilkan.
*Dipublikasikan di Majalah La Tansa IKPM Mesir
Oktober 2012
No comments:
Post a Comment