Thursday, December 24, 2015

Bandara Hikmah (#Temus 01)

Kairo, 12 September 2014

Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami?” (23:115)

Jika pekerjaan paling membosankan adalah menunggu, maka yang membosankan serta merisaukan adalah menunggu hal yang tidak pasti. Kaidahnya, orang-orang akan mengisi kekosongan saat menunggu dengan melatih ketangkasan otak mengeja nama beberapa hewan yang pengurus kebun binatang pun enggan memperhatikannya. Mereka yang menunggu hal tidak pasti? Ah, tentunya permainan ketangkasan mereka lebih menarik lagi.

Dalam ilmu logika, suatu kaidah pasti punya pengecualian, begitu pula kaidah di atas. Apalagi jika hal yang ditunggu adalah kesempatan untuk menggenapkan ke-Islaman seorang Muslim, berhaji. Kegiatan yang saya dapati dari kawan-kawan temus selama penantian yang menggelisahkan ini justru ajakan untuk bershalawat dan mengamalkan zikir-zikir lainnya.

Penantian temus kali ini memang tergolong paling lama. Bukan cuma lama, tapi seakan ada kebuntuan di sana. Hal tersebut kita sadari ketika salah satu media Indonesia melansir pada 9 September bahwa beberapa temus Suriah batal pergi dikarenakan peraturan negara yang tidak bisa dikompromi. Beberapa hari setelah itu, dari media yang sama mengabarkan bahwa jika hingga 15 September nanti temus Timur Tengah belum kunjung datang, maka akan digantikan oleh warga negara Indonesia yang berdomisili di Saudi.

Jika taruhannya adalah gagal berangkat, artinya ada peluh keringat, waktu dan usaha lebih yang harus kita bayar agar tidak kalah. Dan kami para temus mempunyai komite handal yang dengan ikhlas berkorban untuk menghadapi kemungkinan kritis seperti ini.

Komite bergerak, temus lainnya menanti. Kabar disampaikan melalui grup facebook.

Dalam masa kritis tersebut, saya mendapati ihwal menarik. Kami yang non-komite persis seperti orang-orang berpuasa. Bagi orang berpuasa, tidak ada hal yang menggembirakan selain azan Maghrib. Bagi kami, tidak ada yang lebih menggembirakan selain pemberitahuan di facebook “Tuan Fulan mengirim sesuatu di grup Temus Mesir 2014”. Hanya membutuhkan waktu sepersekian detik, maka postingan tersebut sudah mempunyai keterangan “dilihat oleh 7 orang”. Iya, hanya sepersekian detik. Buktinya adalah tulisan tepat di bawah kiriman tersebut “baru saja” dan bukan “3 detik yang lalu” atau bahkan “10 detik yang lalu”.

Ihwal remeh seperti di atas, bagi saya adalah hal penting. Setidaknya saya mendapat pelajaran tentang bagaimana perasaan mahasiswa yang kantongnya tidak mendukung untuk duduk di café-café Mesir, menekan tombol F5 setiap sekian detik sekali di situslivescore.com demi mendapat hasil skor bola paling akurat, walaupun situs tersebut sudah langsung memperbarui beritanya jika ada perubahan.

Jadi memang pada setiap ihwal itu selalu ada pelajaran yang bisa diambil, ada banyak hal yang bisa disyukuri.

Bagi sebagian temus Mesir, keterlambatan hingga dua minggu justru merupakan sebuah nikmat yang sulit diungkapkan. Remidi nilai bagi mahasiswa Al-Azhar tingkat akhir yang hanya mungkin dilakukan tahun depan ternyata bisa diselesaikan sebelum berangkat haji. Beberapa kawan yang sudah tercantum lulus bahkan sempat mengurus ijazah mereka.

Keterlambatan tersebut juga memberi waktu lebih untuk persiapan. Adapun diantara persiapan yang paling penting adalah membekali ruhani. Menyadari hal tersebut, saya sempat memberi saran kepada komite agar jika kita bertolak dari bandara Alexandria sebaiknya sowan dulu kepada para masyayikh di sana. Namun kenyataan malah berkata lain. Kita tidak perlu buang waktu ke sana, justru para ahli waris Rasul itu yang turun gunung, mereka berkunjung ke Kairo. Saya sendiri melihat pada acara kunjungan tersebut sebagian temus juga hadir.

Penantian selesai, keputusan keberangkatan sudah jelas setelah komite berjuang tanpa ada kabar di grup kecuali beberapa kali. Sebagian besar anggota temus, sebelum kejelasan ini, banyak yang bersenandung resah agar para komite memberi kabar barang secuil di dinding grup.

Saya sendiri tidak ingin terlalu banyak mengomentari para komite, karena saya mengerti bahwa para komite tidak terlalu banyak memberi kabar sebab hanya ingin membawa angin segar kapan para temus diberangkatkan. Saya menyadarinya karena metode yang sama saya terapkan pada keluarga. Saya hanya berniat memberi kabar nanti ketika tanggal keberangkatan sudah pasti atau ketika ada perkembangan signifikan lainnya. Tapi jangankan kabar signifikan, kabar biasa juga cukup sulit didapat.

Tentang memahami kondisi sekitar seperti di atas, itu penting agar tidak banyak prasangka buruk muncul, dengan catatan tidak mengurangi kekritisan yang merupakan bentuk check and balance. Di sini juga ada pelajaran untuk generasi penerus agar ada dialog berkesinambungan antara komite dan anggota.

Kejelasan keberangkatan yang telah diperjuangkan komite ternyata masih ada sedikit kendala. Keberangkatan terpaksa tidak bisa dijadikan satu kelompok. Namun, keputusan keberangkatan menjadi dua kelompok mempunyai hikmah tersendiri. Bagi saya misalnya, sempat menulis catatan pendek ini. Selain itu, jika saya pergi di hari Jumat, maka beberapa teman terbaik saya bisa dipastikan uzur untuk ikut mengantar.

Jadi memang mashâibu qaumin ‘inda qaumin fawâ`idu. Matahari tenggelam bukan untuk menghilang, tetapi menyinari bagian bumi lainnya. Semuanya tergantung bagaimanan memposisikan diri, melihat hal yang positif. Maka, dari bandara yang sarat akan pelajaran dan hikmah ini, bismillah kita berangkat.

*) Saya mewakili seluruh anggota temus Mesir mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada kawan-kawan komite yang tak kenal lelah dalam memperjuangkan keberangkatan kita. Jazakumullah khairu jaza`.

No comments:

Post a Comment