Kalau para koruptor
masih saja berkeliaran, salah satu hal yang dipertanyakan adalah sejauh mana
hukum Negara ini bisa mempersempit ruang gerak mereka. Jika kejahatan masih
merajalela, maka tanyakan bagaimana sistem hukum negara ini bekerja.
Antara sistem hukum
dan tingkat keamanan negara bisa dikatakan berbanding lurus. Kuatnya keamanan
nasional merupakan salah satu indikator dari sedikitnya jumlah tindak
kejahatan. Adapun untuk mereduksi tindak kejahatan, diperlukan sistem hukum
yang kuat.
Misalnya saja ada
seorang pencuri yang melamar pekerjaan menjadi pegawai bank dengan niat ingin
mencuri dari bank tempat dia bekerja. Ketika ia diterima sebagai pegawai bank,
ternyata ia dapati sistem bank itu terlalu susah untuk ditembus. Dalam kondisi
seperti ini bisa dipastikan pencuri tersebut membatalkan keinginannya.
Memang beberapa orang
akan berpandangan skeptis tentang konsep mendahulukan sistem ketimbang SDM,
karena sistem yang bagus juga diciptakan oleh orang-orang dengan SDM tinggi.
Namun, yang lebih tepat adalah ketika keduanya berjalan beriringan. Dalam hal
ini, SDM Indonesia sebenarnya sudah cukup baik. Hanya saja, dalam beberapa
kasus memang masih terdapat beberapa celah sehingga para pelaku kejahatan masih
bisa bermanuver di situ. Bahkan, dengan celah tersebut, tidak jarang orang yang
semula baik, turut terjerumus untuk memanfaatkan celah itu.
Kasus Rudi Rubiandini
misalnya. Marzuki Alie, Ketua DPR-RI berkata bahwa mantan Kepala SKK Migas
tersebut sebenarnya sosok akademis yang profesional dan idealis. Keterlibatan
Rudi dalam kasus korupsi menurut Marzuki tidak lain dikarenakan lemahnya sistem
hukum Indonesia.
Sistem hukum merupakan
instrumen penting untuk mereduksi tingkat kejahatan. Sistem hukum yang kuat
akan memaksa orang jahat untuk berbuat baik. Kalau sistem hukumnya lemah, maka
orang baik pun bisa terseret ke dalam keburukan. Preman berdasi dari Indonesia
jika suatu saat berpergian ke Jepang ataupun Singapura, mereka tetap bermental
preman. Namun dengan sistem yang ada, mereka tidak mendapat kesempatan untuk
melancarkan aksi premanisme yang biasa dilakukan di Indonesia. Hal ini
mengingatkan kita kembali pada jargon “kejahatan tidak selalu terjadi hanya
karena niat pelakunya, tetapi juga kesempatan”.
No comments:
Post a Comment