Bulan Rajab merupakan bulan penuh berkah sekaligus mendebarkan bagi masisir tingkat empat ke atas. Ada harap, cemas, ada doa, sujud, ada usaha-usaha, ada tangis bahagia, ada penentuan siapakah yang berhak mendapat kesempatan emas pergi ke tanah suci untuk menunaikan rukun Islam ke-5 sekaligus mengabdi bagi para tamu Allah yang mulia.
Siapakah yang beruntung? Prosedur apa yang harus dilalui? Kelengkapan berkas bagaimana yang dibutuhkan? Persyaratan apa saja yang perlu dilakukan untuk bisa mendaftar?
Kebijakan bagi para mahasiswa Mesir sangat simpel. Jika anda sedang dalam proses studi di Mesir di tingkat empat ke atas, terdaftar resmi di kedutaan Mesir sebagai mahasiswa (melalui lapor pendidikan), cukup umur (95% mahasiswa Mesir sudah cukup umur untuk bertugas) maka anda sudah sah untuk mengikuti undian tugas mulia ini.
Iya, undian, tidak seperti sebagian mahasiswa Timur Tengah lainnya. Jadi selain simpel, saya nilai kebijakan untuk masisir sangat elegan. Tidak akan ada kolusi ataupun nepotisme karena prinsip transparansi pengundian serta keadilan pembagian porsi sangat bisa dipertanggungjawabkan. Dengan sistem seperti ini, semua mempunyai kesempatan. Bagaimana untuk mereka yang berprestasi secara akademis? Jawabannya, tidak perlu pintar untuk menjalankan tugas ini. Secara umum, mahasiswa Timur Tengah mampu. Bagaimana dengan mereka yang berjasa besar dalam roda dinamika masisir?Problematika ini sudah diselesaikan dengan sistem pembagian porsi sesuai dengan kebijakan perwakilan per kekeluargaan.
Jadi tidak ada yang perlu dipikirkan terlalu mendalam, karena tiga pokok persyaratan yang saya sebutkan di atas itu pada dasarnya primer. Anda studi di Mesir, pasti nantinya akan sampai di tingkat empat. Sebagai mahasiswa, sudah menjadi kewajiban tiap tahun untuk lapor pendidikan. Kemudian, ketika menginjak tingkat empat, apa benar anda masih sebegitu muda sehingga belum mencapai umur 23? Tentunya, selain persiapan teknis yang juga sangat simpel: fotokopi paspor, pas foto dan mendaftar ketika pendaftaran sudah dibuka.
Meskipun begitu, ada hal urgen di luar “syarat sah” untuk menjadi petugas yang rasanya penting sekali untuk saya tulis. Terlebih, sistem undian itu perkara siapa beruntung. Tidak peduli anda mempunyai berapa porsi undian (sering disebut poin), baik enam, tiga bahkan satu sekalipun. Buktinya adalah ketika undian pada periode saya, ketika nama mas Azmi Sholahuddin muncul pertama kali padahal dia hanya mengantongi satu poin.
Sehubungan dengan hal di atas, maka setidaknya hal-hal berikut perlu disiapkan:
Pertama: Doa. Nasehat Kyai saya, memintalah doa pada saja karena kita tidak tahu untaian doa mana yang mampu membuka pintu-pintu langit.
Kedua: Amalan khusus. Dari beberapa orang yang saya tanya, mereka memang mempunyai amalan khusus. Dulu, ada kawan yang meminta orang tuanya di Indonesia untuk mengadakan doa bersama dengan warga kampung. Meskipun begitu, saya tidak menafikan bahwa ada yang tiba-tiba mendapat panggilan mulia ini tanpa amalan apapun.
Ketiga: Kesiapan mental. Hal ini yang ingin saya bahas agak panjang lebar. Menjernihkan hati sebelum pergi sangat penting sehingga ketika menginjak Tanah Haram kita sedang berada pada titik puncak kenikmatan beribadah. Namun, di luar itu ada persiapan sisi lain dari persiapan mental yang ingin saya utarakan. Anda harus SIAP UNTUK TIDAK MENUNAIKAN HAJI.
Kaget? Begitulah kenyataannya, saya tidak membual. Tahun lalu, dua hari sebelum keberangkatan ke Arafah 9 Dzulhijjah, ada rapat gabungan antar sektor untuk himbauan lebih lanjut mengenai pembagian tugas selama manasik haji berjalan serta pengumuman-pengumuman. Wacana yang paling hangat dibahas adalah tanda tangan seluruh petugas haji non-kloter Indonesia untuk TIDAK MENUNAIKAN HAJI. Jadi, di formulir pendaftaran mereka ada ketentuan seperti itu dan sudah disetujui oleh setiap individu.
Wacana ini sebenarnya sudah sangat lama sekali dan terus menjadi perdebatan. Namun yang saya pahami, tahun lalu kebijakan ini semakin menguat. Bahkan, untuk tahun ini, sebagaimana yang saya dapat dari Kasektor setelah silaturahim sore kemarin kemungkinan tahun ini kebijakan tersebut benar-benar akan diterapkan. Untung saja, waktu periode saya, peraturan ini diabaikan. 90% petugas haji non-kloter berihram ketika memasuki hari Arafah.
Memang, kawan-kawan Masisir tidak akan mendapati peraturan ini di surat perjanjian sehingga masih ada peluang untuk berkelit. Itupun semoga tahun ini tidak tertulis lagi. Tapi jika toh tidak tertulis, saya yakin jika benar kebijakan ini diaplikasikan untuk periode sekarang, akan ada beban mental bagi temus Masisir karena rasanya tidak santun ketika yang lain rela tidak haji, kita ngotot untuk berhaji dengan dalih tidak tertulis di surat perjanjian.
Namun, jangan berkecil hati dengan kebijakan tersebut. Bisa menginjak Tanah Haram saja sudah kesyukuran yang sulit diukur, belum lagi ketika kita melayani para jamaah haji yang entah jika dihitung berapa ganjaran yang didapatkan. Perlu diingat juga, harga umroh di Indonesia sudah mencapai 2000 dolar Amerika. Umroh dari Mesir pun sama sekali tidak murah.
Oh, iya saya baru sadar. Perihal tiga persyaratan yang saya sebutkan di awal itu khusus laki-laki. Adapun perempuan saya lupa, atau lebih tepatnya kurang tau detailnya. Mungkin nanti, menyusul di tulisan lain :D
Kebijakan bagi para mahasiswa Mesir sangat simpel. Jika anda sedang dalam proses studi di Mesir di tingkat empat ke atas, terdaftar resmi di kedutaan Mesir sebagai mahasiswa (melalui lapor pendidikan), cukup umur (95% mahasiswa Mesir sudah cukup umur untuk bertugas) maka anda sudah sah untuk mengikuti undian tugas mulia ini.
No comments:
Post a Comment