Tuesday, December 29, 2015

Konsep Kedudukan Manusia Sebagai Khalifah Di Atas Bumi

Agama islam dengan asas ketauhidan yang menjadi prinsip hidup setiap pemeluknya menjadikannya berbeda dengan agama lain. Dampak yang cukup bisa kita rasakan pada realita kehiudapan ini adalah sekelompok pemeluk agama yang malah menuhankan manusia. Di belahan dari dunia dengan jelas kita menemukan sekelompok pemeluk agama yang menganggap manusia itu sesuatu yang hina, menyiksa diri mereka yang berwujud manusia dengan harapan pelepasan diri dari dunia yang fana.


Islam dengan prinsip dan konsep ketauhidan yang kokoh menjelaskan kedudukan manusia yang sebenarnya di dunia ini. Dalam Al-Qur’an disebutkan “Inni ja’ilun fi-l-ardhi al khalifah”. Dengan tegas Allah menyatakan kedudukan manusia di atas bumi ini yaitu khalifah. Dalam Lisanu-l-Arab kata khalafa bisa diartikan shaara makanuhu (menggantikan posisinya) man yaquumu maqoomahu. Maka telah jelas bahwa manusia bukan hidup tanpa tujuan. Melainkan sebagai pengganti dari pada posisiNya di muka bumi.

Implikasi yang didapatkan dari konsep khalifah tadi akan sangat kental dirasakan di berbagai bidang kehidupan. Beberapa malah berdampak pada perpecahan pendapat atau kekacauan tatanan sosial. Makna dari kata “khalifah” tidak hanya berhenti pada tafsiran dangkal yang menyatakan bahwa manusia adalah pemimpin. Tapi jauh dari itu juga berimbas pada cara setiap individual memperlakukan setiap segi kehidupannya.

Beberapa dari efek konsep tersebut bisa kita dapatkan pada pertentangan af’alul ‘ibad. Ada pihak yang menganggap kemutlakan kekuasaan Tuhan yang tidak dapat dibantahkan, hanya pasrah dengan garis takdir yang sudah disuratkan lama sebelum dia memasuki alam kandungan. Mereka lebih dikenal dengan Jabariah. Kelompok lain  yang sering disebut dengan Qodariah mengklaim akan kebebasan berkehendak dan bertindak sebagai seorang manusia. Bisa difahami dari persengketaan atas kekuasaan Tuhan ataupun kebebasan manusia tersebut karena mereka terlepas dari kenyataan bahwa manusia di bumi hanya bertindak sebagai khalifah.

Jika mereka mencoba untuk memahami manusia dari persepsi dan konsep khalifah maka yang dihasilkan bahwa manusia adalah makhluk yang dibebani amanat untuk meghidupkan bumi dengan bebas memilih untuk menyempurnakan bebannya tersebut. Dengan begitu dia bukan makhluq yang hanya menanti kepastian akan ketentuan yang merupakan harga mati dari Tuhannya (menurut jabariah) atau kebebasan berbuat tanpa ada tanggung jawab (menurut qadariah). Hanya saja tampaknya makna dari pada hakekat manusia sebagai khalifah sudah kabur dari pemikiran mereka.

Hal lain yang cukup bisa dirasakan ketika manusia berpegang pada konsep ini adalah pada tatanan sosial masyarakat yang majemuk. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa salah satu factor perpecahan pada abad 21 ini ditimbulkan dari ekonomi. Krisis ekonomi yang membawa dampak serta perubahan signifikan pada sector-sektor kehidupan manusia baik di negara dengan system perekonomian yang masih berkembang maupun negara dengan sistem perekonomian kuat beberapa tahun silam diyakini merupakan efek dari faham kapitalisme.

Mereka yang berpendirian bahwa uang adalah tujuan akhir dari hidup sudah menanggalkan pandangannya mengenai konsep manusia sebagai khalifah. Dalam Al-Qur’an sendiri dengan jelas disebutkan “wa anfiqu mimma ja’alnaakum mustakhlifiina fil ardhi”. Makna yang tersirat adalah manusia tidak dapat semena-mena berbuat pada harta yang mereka miliki. Tetapi mereka harus faham kedudukan dia sebagai khalifah dengan harta yang diberikan olehNya untuk terus menyempurnakan kekhilafahan mereka. Tidak heran jika kalimat al maal (harta) lebih sering disebutkan Al-Qur’an dengan bentuk majemuk (amwaalukum, amwaaluhum) yaitu di 27 ayat dari pada tunggal (maaluhu) yang hanya terdapat pada 7 ayat.


Itulah dia manusia yang berperan sebagai “wakil” Allah yang telah dijadikanNya semua yang di bumi ini bisa dimanfaatkan (sakkhara lahu) untuk mennyempurnkan kekhilafahannya. Dan ketika seseorang kehilangan prinsip ini dia akan merasa bahwa dia adalah pemilik kehidupan ini yang tidak lain hanya akan merusak stabilitas kehidupan sudah sempurna ini.

No comments:

Post a Comment