Sunday, December 27, 2015

Taktik Lolos Tes Azhar (1)

Saat ini saya sedang tidak ingin buih-buih pikiran di dalam otak ini hilang begitu saja. Diombang-ambingkan ombak untuk kemudian terlantar di daratan entah berantah kemudian menguap bersama sengatan terik mentari. Maka dari itu, sekiranya ada suatu hal yang sekiranya bisa diambil manfaatnya oleh orang lain, maka jari ini tidak sabar beradu dengan keyboard laptop. Maka dari itu, saya tuliskan saja hal yang mungkin sebagian orang hanya remeh-temeh, tentang taktik lolos tes.

Kata lolos dalam judul tidak secara kebetulan saya cantumkan. Saya lebih sreg menggunakan kata ini ketimbang padanannya yang terdekat, lulus. Sebenarnya, hal ini kembali pada sudut pandang individual mengenai serangkaian tes yang diadakan oleh lembaga pendidikan dewasa ini. Selain itu, kata lulus lebih terasa sakral ketimbang lolos. Lulus lebih identik bergandengan dengan hal-hal positif, semisal lulus kuliah atau lulus uji coba mesin untuk kendaraan. Adapun lolos, dia identik bergandengan dengan hal negatif, semisal lolos dari kejaran anjing, lolos dari tangkapan polisi dan sejenisnya.

Apakah dengan begitu saya ingin menggambarkan bahwa tes di al-Azhar seseram serigala hutan? Mungkin, bisa jadi, karena kita agak kesulitan menerka dari mana soal-soal ujian itu akan menerkam kita. Ketika serigala-serigala tersebut datang, tujuan kita pasti satu, lolos dari dari terkamannya. Kita tidak dituntut untuk menjinakkan hewan yang taringnya bisa mengoyak daging layaknya kita mengunyah agar-agar, sehingga dikatakan lulus menjinakkan serigala. Itu pun kalau kita mampu. Bagaimana mungkin kita menunjukkan kepiawaian dalam menjinakkan binatang sedangkan hal tersebut membutuhkan waktu yang lama. Ditambah lagi, serigala yang kita hadapi ini sudah berpuasa selama empat bulan alias satu termin, benar-benar kelaparan.

Sekarang, mari kita mulai taktiknya. Taktik ini memang lebih dikhususkan bagi pelajar Universitas Azhar, tetapi tidak menutup kemungkinan bagi para pelajar di penjuru dunia untuk memakainya jika ada kecocokan. Sebelum memulai, saya ingin meningatkan bahwa saya hanya mengajari untuk lolos, bukan untuk lulus, atau yang saya ilustrasikan dengan menjinakkan pada paragraf di atas. Berikut beberapa taktik yang perlu dilakukan:

1.         Cari batasan diktat yang diujikan
Di kalangan Masisir (Mahasiswa Indonesia Mesir) kami menamakan batasan ujian ini dengan tahdid. Mengetahui tahdid sangat penting. Mutlak penting. Jangan sesumbar untuk menaklukan setiap titik, koma, huruf dan setiap rentetan huruf yang membentang dari halaman pertama hingga akhir buku. Okey, anda memang sanggup, kapasitas otak anda setingkat einstein, IQ anda berjingkrak-jingkrak tidak jongkok. Jika memang seperti itu dan anda merasa sangat terpanggil sebagai pelajar tulen untuk melahap habis buku diktat, lalukan! Tetapi dengan syarat hal tersebut anda lakukan jauh jauh jauh hari sebelum hari H.

Begitu pula bagi para mahasiswa sejati lainnya yang tidak ingin pikirannya dikurung hanya pada satu buku. Jika kalian ingin membuka cakrawala, menambah wawasan, memuaskan kehausan intelektual, tidak puas dengan argumen yang ada di buku diktat, bukalah buku-buku yang lain. Atau jika rak buku anda hanya dijejali perkakas rumah (isolasi, gunting, kaca, palu, tang, dll) atau bahkan anda tidak mempunyai rak –apalagi buku– silahkan bersilaturahim ke website yang anda percaya. Tetapi sekali lagi, tolong –bukan silahkan– lakukan tersebut jauh jauh jauh hari sebelum hari H. Untuk ukuran berapa lamakah jauh yang dimaksud, itu kembali pada individu masing-masing.

Maka, yang diperlukan memang hanya bagian yang sudah dibatasi itu saja. Soal ujian di al-Azhar –sependek pengalaman saya– tidak akan pernah keluar dari tahdid tersebut, kecuali beberapa suplemen tambahan yang diberikan dosen selama kuliah. Maka jangan heran ketika forum-forum dunia maya, khususnya facebook yang dibentuk dengan keanggotan mahasiswa se-jurusan bakalan ramai memperdebatkan tahdid ini. Sampai-sampai ada guyonan bahwa ikhtilaf (perbedaan) yang paling dirahmati adalah ikhtilaf seputar tahdid ini.

2.         Kumpulkan bahan suplemen dari dosen
Di atas saya mengatakan bahwa tidak ada soal yang keluar dari tahdid yang telah ditentukan kecuali beberapa suplemen dari dosen. Ini artinya anda memang perlu mengumpulkan semua informasi selama masa perkuliahan aktif. Adapun suplemen yang perlu dikumpulkan ini bisa dikatakan ada dua jenis, external dan internal.

Untuk jenis yang pertama, yaitu external adalah hal-hal sejenis ringkasan atau soal-soal yang direkomendasikan oleh dosen. Saya katakan external karena anda akan menemukan suplemen ini bertebaran baik di dunia maya melalui jejaring sosial seperti facebook atau dunia nyata lewat perantara agen fotokopi di daerah belakang kampus. Suplemen jenis ini tersebar di mana-mana sehingga sangat mudah didapatkan selama ada lembaran kertas di dompet bergambarkan Masjid Rifa’i.

Suplemen jenis kedua, yaitu internal adalah hal-hal yang bersangkutan dengan segala sesuatu yang disampaikan dosen. Hal ini karena tidak jarang beberapa dosen memberikan soal yang jawabannya tidak ada di buku diktat, tetapi diterangkan oleh dosen semasa perkuliahan. Biasanya tambahan di luar diktat ini diberikan oleh dosen untuk membedakan mana mahasiswa yang kuliah dan tidak.

Termasuk dalam suplemen ini adalah sudut pandang dosen baik dalam pemecahan permasalahan atau sekedar hal sepele seperti definisi. Ini penting karena dosen akan senang sekali jika seorang mahasiswa bisa memaparkan suatu masalah sesuai dengan pandangan dosen tersebut. Tetapi jika pandangan anda tidak sesuai dengan dosen jangan khawatir, al-Azhar adalah kampus yang filosofi utamanya adalah kemoderatan yang digambarkan dalam toleransi. Selama anda bisa memaparkan argumen yang kuat dan mempertahankannya maka tidak ada masalah jika pendapat tersebut bersebarangan. Terlebih lagi mahasiswa fakultas syariah islamiyah, perbedaan adalah hal lumrah. Adapun untuk fakultas yang lain kira-kira tidak jauh beda kecuali dalam hal-hal urgen seperti akidah.

Termasuk dalam suplemen jenis ini adalah arah soal dan bentuk jawaban yang diinginkan dosen. Ini yang agak sulit dicari kecuali jika anda selalu hadir dalam kuliah atau mampu mengorek informasi dari teman yang rajin masuk bangku perkuliahan. Bagaimanapun juga, suplemen ini sangat penting. Saya akan paparkan beberapa pengalaman pahit bagi yang meninggalkan suplemen ini. Beberapa dosen ada yang tidak suka jawaban terlalu panjang sehingga membatasi jawaban agar tidak melebihi satu halaman. Iya, hanya satu halaman, bukan satu lembar. Jika wasiat dari dosen sudah seperti itu, jangan ambil resiko untuk melanggarnya. Akibatnya bisa tidak lulus seperti yang dialami oleh salah satu Masisir. Sang dosen meminta agar jawaban tidak lebih dari satu halaman dan dia menjawab satu lembar. Malang sekali nasib mahasiswa ini.


Pengalaman lain, tidak jarang sang dosen memberitahu bahwa cara menjawab soal untuk definisi adalah seperti ini dan itu. Atau, untuk memaparkan argumen setiap kubu agar disampaikan seperti ini dan itu. Atau, jika ada soal yang bentuknya umum, maka yang perlu ditulis dalam lembar jawaban adalah poin ini dan itu. Hal seperti ini sering terjadi. Naasnya, saya –penulis– adalah salah satu orang yang ketinggalan suplemen ini. Bukan tidak mengindahkan, tetapi benar-benar tidak tahu. Kejadiannya pada tingkat empat termin pertama materi sastra arab. Saya baru mengetahuinya ketika kembali ke rumah setelah ujian. Saya sedang berdiskusi santai dengan seorang kawan mengenai soal siang itu. Ketika kawan saya itu berkata bahwa poin jawaban yang diinginkan dosen adalah ini dan itu –yang tentu jauh dari jawaban saya– darah ini serasa membeku seiring dengan musim dingin kala itu. Pembuluh darahku menyempit, nadi enggan berdenyut. Owh, ingin rasanya sesaat saja meminjam mesin waktu. Terserah milik siapapun itu, baik Doraemon, Deddy Mizwar atau milik para bule Hollywood. Lalu, apakah saya akan selamat? Entahlah, nilai tahun ini belum keluar. Semoga semua baik-baik saja.

No comments:

Post a Comment