Saat ini saya sedang
tidak ingin buih-buih pikiran di dalam otak ini hilang begitu saja.
Diombang-ambingkan ombak untuk kemudian terlantar di daratan entah berantah
kemudian menguap bersama sengatan terik mentari. Maka dari itu, sekiranya ada
suatu hal yang sekiranya bisa diambil manfaatnya oleh orang lain, maka jari ini
tidak sabar beradu dengan keyboard laptop. Maka dari itu, saya tuliskan
saja hal yang mungkin sebagian orang hanya remeh-temeh, tentang taktik lolos
tes.
Kata lolos dalam judul
tidak secara kebetulan saya cantumkan. Saya lebih sreg menggunakan kata ini
ketimbang padanannya yang terdekat, lulus. Sebenarnya, hal ini kembali pada
sudut pandang individual mengenai serangkaian tes yang diadakan oleh lembaga
pendidikan dewasa ini. Selain itu, kata lulus lebih terasa sakral ketimbang
lolos. Lulus lebih identik bergandengan dengan hal-hal positif, semisal lulus
kuliah atau lulus uji coba mesin untuk kendaraan. Adapun lolos, dia identik
bergandengan dengan hal negatif, semisal lolos dari kejaran anjing, lolos dari
tangkapan polisi dan sejenisnya.
Apakah dengan begitu
saya ingin menggambarkan bahwa tes di al-Azhar seseram serigala hutan? Mungkin,
bisa jadi, karena kita agak kesulitan menerka dari mana soal-soal ujian itu
akan menerkam kita. Ketika serigala-serigala tersebut datang, tujuan kita pasti
satu, lolos dari dari terkamannya. Kita tidak dituntut untuk menjinakkan hewan
yang taringnya bisa mengoyak daging layaknya kita mengunyah agar-agar, sehingga
dikatakan lulus menjinakkan serigala. Itu pun kalau kita mampu. Bagaimana
mungkin kita menunjukkan kepiawaian dalam menjinakkan binatang sedangkan hal
tersebut membutuhkan waktu yang lama. Ditambah lagi, serigala yang kita hadapi
ini sudah berpuasa selama empat bulan alias satu termin, benar-benar kelaparan.
Sekarang, mari kita
mulai taktiknya. Taktik ini memang lebih dikhususkan bagi pelajar Universitas
Azhar, tetapi tidak menutup kemungkinan bagi para pelajar di penjuru dunia
untuk memakainya jika ada kecocokan. Sebelum memulai, saya ingin meningatkan
bahwa saya hanya mengajari untuk lolos, bukan untuk lulus, atau yang saya
ilustrasikan dengan menjinakkan pada paragraf di atas. Berikut beberapa taktik
yang perlu dilakukan:
1.
Cari batasan diktat yang diujikan
Di kalangan Masisir
(Mahasiswa Indonesia Mesir) kami menamakan batasan ujian ini dengan tahdid.
Mengetahui tahdid sangat penting. Mutlak penting. Jangan sesumbar untuk
menaklukan setiap titik, koma, huruf dan setiap rentetan huruf yang membentang
dari halaman pertama hingga akhir buku. Okey, anda memang sanggup, kapasitas
otak anda setingkat einstein, IQ anda berjingkrak-jingkrak tidak jongkok. Jika
memang seperti itu dan anda merasa sangat terpanggil sebagai pelajar tulen
untuk melahap habis buku diktat, lalukan! Tetapi dengan syarat hal tersebut
anda lakukan jauh jauh jauh hari sebelum hari H.
Begitu pula bagi para
mahasiswa sejati lainnya yang tidak ingin pikirannya dikurung hanya pada satu
buku. Jika kalian ingin membuka cakrawala, menambah wawasan, memuaskan kehausan
intelektual, tidak puas dengan argumen yang ada di buku diktat, bukalah
buku-buku yang lain. Atau jika rak buku anda hanya dijejali perkakas rumah
(isolasi, gunting, kaca, palu, tang, dll) atau bahkan anda tidak mempunyai rak
–apalagi buku– silahkan bersilaturahim ke website yang anda percaya. Tetapi
sekali lagi, tolong –bukan silahkan– lakukan tersebut jauh jauh jauh hari
sebelum hari H. Untuk ukuran berapa lamakah jauh yang dimaksud, itu kembali
pada individu masing-masing.
Maka, yang diperlukan
memang hanya bagian yang sudah dibatasi itu saja. Soal ujian di al-Azhar
–sependek pengalaman saya– tidak akan pernah keluar dari tahdid tersebut,
kecuali beberapa suplemen tambahan yang diberikan dosen selama kuliah. Maka
jangan heran ketika forum-forum dunia maya, khususnya facebook yang dibentuk
dengan keanggotan mahasiswa se-jurusan bakalan ramai memperdebatkan tahdid
ini. Sampai-sampai ada guyonan bahwa ikhtilaf (perbedaan) yang
paling dirahmati adalah ikhtilaf seputar tahdid ini.
2.
Kumpulkan bahan suplemen dari dosen
Di atas saya
mengatakan bahwa tidak ada soal yang keluar dari tahdid yang telah
ditentukan kecuali beberapa suplemen dari dosen. Ini artinya anda memang perlu
mengumpulkan semua informasi selama masa perkuliahan aktif. Adapun suplemen
yang perlu dikumpulkan ini bisa dikatakan ada dua jenis, external dan internal.
Untuk jenis yang
pertama, yaitu external adalah hal-hal sejenis ringkasan atau soal-soal yang
direkomendasikan oleh dosen. Saya katakan external karena anda akan menemukan
suplemen ini bertebaran baik di dunia maya melalui jejaring sosial seperti
facebook atau dunia nyata lewat perantara agen fotokopi di daerah belakang
kampus. Suplemen jenis ini tersebar di mana-mana sehingga sangat mudah
didapatkan selama ada lembaran kertas di dompet bergambarkan Masjid Rifa’i.
Suplemen jenis kedua,
yaitu internal adalah hal-hal yang bersangkutan dengan segala sesuatu yang
disampaikan dosen. Hal ini karena tidak jarang beberapa dosen memberikan soal
yang jawabannya tidak ada di buku diktat, tetapi diterangkan oleh dosen semasa
perkuliahan. Biasanya tambahan di luar diktat ini diberikan oleh dosen untuk
membedakan mana mahasiswa yang kuliah dan tidak.
Termasuk dalam
suplemen ini adalah sudut pandang dosen baik dalam pemecahan permasalahan atau
sekedar hal sepele seperti definisi. Ini penting karena dosen akan senang sekali
jika seorang mahasiswa bisa memaparkan suatu masalah sesuai dengan pandangan
dosen tersebut. Tetapi jika pandangan anda tidak sesuai dengan dosen jangan
khawatir, al-Azhar adalah kampus yang filosofi utamanya adalah kemoderatan yang
digambarkan dalam toleransi. Selama anda bisa memaparkan argumen yang kuat dan
mempertahankannya maka tidak ada masalah jika pendapat tersebut bersebarangan.
Terlebih lagi mahasiswa fakultas syariah islamiyah, perbedaan adalah hal
lumrah. Adapun untuk fakultas yang lain kira-kira tidak jauh beda kecuali dalam
hal-hal urgen seperti akidah.
Termasuk dalam
suplemen jenis ini adalah arah soal dan bentuk jawaban yang diinginkan dosen.
Ini yang agak sulit dicari kecuali jika anda selalu hadir dalam kuliah atau mampu
mengorek informasi dari teman yang rajin masuk bangku perkuliahan. Bagaimanapun
juga, suplemen ini sangat penting. Saya akan paparkan beberapa pengalaman pahit
bagi yang meninggalkan suplemen ini. Beberapa dosen ada yang tidak suka jawaban
terlalu panjang sehingga membatasi jawaban agar tidak melebihi satu halaman.
Iya, hanya satu halaman, bukan satu lembar. Jika wasiat dari dosen sudah
seperti itu, jangan ambil resiko untuk melanggarnya. Akibatnya bisa tidak lulus
seperti yang dialami oleh salah satu Masisir. Sang dosen meminta agar jawaban
tidak lebih dari satu halaman dan dia menjawab satu lembar. Malang sekali nasib
mahasiswa ini.
Pengalaman lain, tidak
jarang sang dosen memberitahu bahwa cara menjawab soal untuk definisi adalah
seperti ini dan itu. Atau, untuk memaparkan argumen setiap kubu agar
disampaikan seperti ini dan itu. Atau, jika ada soal yang bentuknya umum, maka
yang perlu ditulis dalam lembar jawaban adalah poin ini dan itu. Hal seperti
ini sering terjadi. Naasnya, saya –penulis– adalah salah satu orang yang
ketinggalan suplemen ini. Bukan tidak mengindahkan, tetapi benar-benar tidak
tahu. Kejadiannya pada tingkat empat termin pertama materi sastra arab. Saya
baru mengetahuinya ketika kembali ke rumah setelah ujian. Saya sedang
berdiskusi santai dengan seorang kawan mengenai soal siang itu. Ketika kawan
saya itu berkata bahwa poin jawaban yang diinginkan dosen adalah ini dan itu
–yang tentu jauh dari jawaban saya– darah ini serasa membeku seiring dengan
musim dingin kala itu. Pembuluh darahku menyempit, nadi enggan berdenyut. Owh,
ingin rasanya sesaat saja meminjam mesin waktu. Terserah milik siapapun
itu, baik Doraemon, Deddy Mizwar atau milik para bule Hollywood. Lalu, apakah
saya akan selamat? Entahlah, nilai tahun ini belum keluar. Semoga semua baik-baik
saja.
No comments:
Post a Comment