Awal Oktober kemarin hampir seluruh
media masa memberitakan tentang problematika anggaran di As serta dampaknya
terhadap pemerintahan negeri Paman Sam tersebut. Saat itu, Kongres gagal
menyepakati anggaran yang diperlukan untuk operasi pemerintahan yang menyebabkan
penutupan pemerintahan alias government shutdown.
Shutdown di Amerika saat
ini bukan pertama kalinya terjadi. Amerika sudah 17 kali menutup
pemerintahannya sejak tahun 1976. Dari sekian kali shutdown, tempo yang
paling lama adalah tahun 1995 lalu pada masa pemerintah Clinton, yaitu 21 hari.
Masa pemerintahan sebelum Clinton lebih parah lagi. Ketika Ronald Reagan
memimpin Amerika, pemerintahan bahkan sempat shutdown hingga 8 kali.
Pada hakekatnya, shutdown pemerintahan
didasari konflik politik yang objeknya adalah anggaran pemerintahan. Anggaran
pemerintahan di AS diajukan baik oleh Senat maupun Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). Presiden sendiri mempunyai hak untuk memveto rancangan anggaran
tersebut. Jika Presiden memveto, rancangan anggaran tersebut dikembalikan ke
Kongres. Kongres kemudian bisa membatalkan veto presiden jika dua per tiga
suara menolak. Ketika Kongres tidak mencapai titik temu dalam pengalokasian
anggaran, maka terpaksa pemerintahan harus shutdown.
Perselisihan di dalam Kongres bisa macam-macam
motifnya. Pada masa pemerintahan Gerald Ford dan Jimmy Carter, masalah utamanya
adalah anggaran federal untuk aborsi. Adapun ketika Reagan memimpin, penutupan
pemerintahan disebabkan oleh defisit anggaran pemerintah AS. Begitu pula dengan
Clinton, shutdown pada zamannya disebabkan defisit anggaran juga. Adapun
Barrack Obama terpaksa harus menutup pemerintahannya dikarenakan perselisihan
di dalam Kongres mengenai program Obamacare. Kongres meminta Obamacare ditunda
setahun jika Obama ingin Kongres menyetujui usulannya mengenai peningkatan pagu
utang.
Selama terjadi perselisihan di
dalam Kongres, dampaknya akan terasa di beberapa sektor pemerintahan. Hal itu
karena pasal 1 dan pasal 9 Konstitusi Amerika menyatakan tidak ada uang akan
diambil dari kas kecuali dengan Undang-Undang yang telah disetujui. Artinya,
jika tahun anggaran selesai pada akhir September kemarin dan belum disahkan
anggaran selanjutnya, maka ada sektor pemerintahan yang terpaksa tidak bisa
dijalankan karena ketiadaan anggaran. Biasanya, sektor yang ditutup adalah
sektor yang tidak terlalu signifikan dalam menjalankan roda pemerintahan AS.
Pada pemerintahan Ford dan Carter,
sektor yang ditutup adalah Departemen Tenaga Kerja dan Kesehatan, Departemen
Pendidikan dan Departemen Kesejahteraan. Adapun shutdown yang terjadi
pada masa Obama setidaknya mengakibatkan sekitar 700.000 pegawai pemerintah
cuti tanpa dibayar. Begitu juga karyawan militer, mereka terpaksa tidak dibayar
selama penghentian layanan. Kemudian juga beberapa layanan kesehatan, pajak,
taman nasional, bahkan hingga NASA pun ditutup. Adapun para pengawas lalu
lintas udara serta penjaga perbatasan masih diminta untuk terus menjalankan
tugasnya. Namun, selama shutdown, paspor baru tidak akan dikeluarkan.
Dampak dari shutdown pastinya
tidak hanya berkisar pada ditutupnya kantor-kantor federal. Information
Handling Services (IHS) sempat merilis kisaran kerugian yang akan dialami
finansial AS selama masa shutdown, yaitu mencapai US$300 juta per hari. Memang
tidak terlalu besar dibandingkan pemasukan tahunan, namun dampaknya akan sangat
terasa pada kehidupan sehari-hari. Harga minyak AS juga ikut lesu seiring
dengan kebuntuan di dalam tubuh Kongres. KPR di AS juga tidak ketinggalan
terkena hembusan angin shutdown pemerintahan. Dengan diberlakukannya
cuti tanpa gaji bagi pegawai federal, artinya akan banyak cicilan yang macet.
Salah satu lembaga survey juga mengatakan bahwa minat pembelian rumah turut
berkurang.
Bagaimanapun juga, shutdown AS
kali ini tidak terlalu mempengaruhi indeks saham. Beberapa indeks hanya
terkoreksi secara wajar. Bahkan sehari setelah pengumuman shutdown pasar
saham tetap merespon positif. Kemudian, hingga sepuluh hari pasca shutdown saham
Wall Street malah melonjak drastis. Hal itu karena kemungkinan shutdown sudah
diperhitungkan oleh para pemain saham. Para investor di pasar saham baru kalang
kabut jika pagu utang Amerika tidak dinaikkan.
Shutdown AS juga tidak
terlalu mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia karena sejatinya hal ini tidak
lebih dari konflik politik yang terjadi dalam tubuh pemerintahan antara partai
Demokrat dan Republik. Justru yang perlu menjadi perhatian utama adalah isu penghentian
quantitative easing (QE) oleh The FED. Sentimen pasar, khususnya
Indonesia dan India sangat dipengaruhi oleh isu ini. Sekarang saja modal sudah
mulai berlarian dari Indonesia yang menyebabkan BI mengeluarkan paket kebijakan
berupa peningkatan suku bunga hingga 7,0% guna mesntabilkan ekonomi negara ini.
No comments:
Post a Comment