Sunday, December 27, 2015

Logika Demonstran

Ramai sekali kondisi Mesir akhir-akhir ini, tepatnya setelah presiden terpilih pertama Negara Mesir diturunkan. Perpecahan besar terjadi di tubuh warga Mesir. Kerusuhan yang pada awalnya hanya berada pada ranah politik semakin menjalar ke mana-mana, tidak terkendali. Tidak terkecuali, sektor pendidikan harus terseret dalam kubangan konflik ini. Perkaranya semakin memuncak mendekati hari-hari ujian. Aksi demo “damai” dilancarkan untuk mengundurkan ujian. Dari informasi yang saya dapat, salah satu tuntutan mereka adalah agar kawan-kawan mereka yang diciduk dalam aksi demo “damai” bisa kembali ke bangku perkuliahan untuk bersama-sama menjalani ujian.

Demo “damai” berlanjut. Jatuhnya beberapa korban dalam aksi ini merupakan hal yang sulit dihindari. Tidak tanggung-tanggung, beberapa bahkan sampai pada derajat –yang kata sebagian orang– syahid. Melihat korban yang berjatuhan, para pendemo justru beringas. Tuntutan mereka bertambah, yaitu meminta pihak yang mengamankan keadaan ketika demo berlangsung agar bertanggung jawab. Para pendemo seakan mendapat sebuah legitimasi tambahan untuk melanjutkan aksi mereka.

Kembali mereka melanjutkan aksi demo “damai” selanjutnya. Namun, karena aksi demo dilakukan dengan cara yang tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, maka lagi-lagi harus ada korban.

Sama saja keadaannya dengan masa-masa jauh sebelum ujian. Cara demonya sama, teriakan-teriakannya sama, pihak pengaman juga masih sama, jatuhnya korban juga sama-sama tidak bisa dihindari. Selain itu, cara berpikir yang menjadikan para korban sebagai ujung tombak sekaligus tameng terkuat juga masih sama.

Seketika saya teringat ketika Indonesia mengumumkan evakuasi kepada para warganya yang berada di Mesir 2011 kemarin. Memang suasana sangat genting. Mobil berlapis baja dengan roda besinya berpatroli di setiap jengkal jalan raya. Seakan siap menghancurledakkan gerombolan orang yang mencurigakan. Tapi itu tidak berlangsung lama, hanya sekitar lima hari, atau katakan saja seminggu.

Memang dalam rentan waktu tersebut kejahatan semakin merajalela. Perampokan terang-terangan, penodongan dengan senjata tajam, bahkan dicurigai oleh orang-orang berbaju loreng dengan mengacungkan moncong senjatanya ke beberapa warga Indonesia menjadi pembicaraan harian.

Semuanya dimanfaatkan oleh orang-orang yang entah simpati, khawatir atau malah sedang berniat memuluskan perpulangannya ke tanah air yang sudah lama tertunda. Persis dengan para pendemo yang seakan mendapat kekuatan berlipat ketika melihat kawan seperjuangannya menjadi korban. Memang suasana 25 Januari 2011 itu mencekam, tapi sekali lagi, hal tersebut tidak berlangsung lama. Saya sendiri dan beberapa kawan malah cengengas-cengenges asik melihat kemelut yang sedang terjadi. Tentunya setelah beberapa hari tegang.

Memang jika nanti ada saksi mata yang membaca tulisan ini, apalagi orang-orang yang terjun ke lapangan langsung, akan terpancing emosinya untuk membuat klarifikasi keadaan yang sebenarnya. Saya bisa saja memaparkan beberapa argumen tambahan di sini, tapi akan boros. Membuat tulisan semakin panjang.

Kembali ke para pendemo. Sebenarnya kesamaan antara kepentingan warga yang akan dievakuasi dan pendemo itu tidak mutlak. Hanya di beberapa bagian saja. Para pendemo ini memang sengaja maju, mengungkapan tuntutan-tuntutan serta mengekspresikan kekesalan mereka dengan aksi unjuk rasa. Ketika jatuh korban, baru mereka jadikan salah satu legitimasi untuk terus menggelar aksi unjuk rasa itu. Tentunya beda dengan peristiwa evakuasi. WNI di Mesir sudah berusaha menjauhi konflik, hanya saja memang naas, serangkaian peristiwa buruk yang menimpa mereka tidak bisa dielakkan.

Bagaimanapun juga, kedua belah pihak sama-sama mengekspos para korban tersebut. Di satu sisi mereka sedih, tapi di satu sisi mereka lebih bersemangat –jika tidak bisa dikatakan bahagia. Apakah mereka itu simpatisan para korban, atau penjunjung kepentingan? Ah, entahlah. Yang jelas korban-korban tersebut seakan dihalalkan untuk menjadi pijakan agar bisa melesat menggapi tujuan.

No comments:

Post a Comment