Thursday, December 24, 2015

Perihal di Luar Logika

Manusia modern semakin sulit mempercayai hal metafisik. Sistem berpikir seperti ini masuk dalam berbagai ranah, termasuk dalam epistemologi. Maka dari itu, konsep yang disebut ilmu laduni merupakan hal absurd yang susah diamini. Orang yang sudah paham pun kadang masih meraba bagaimana bentuk fisik dari ilmu laduni tersebut.

Saya pribadi masuk dalam tipikal yang hanya mengamini tanpa bisa memberi bukti konkrit jika ditanya. Namun, baru kemarin ini saya meminjam buku menarik dari kawan Maroko. Pengarangnya adalah dosen di Universitas Wollongong Australia, Dr. Nadirsyah Hosen dan pakar neurosains, dr. Nurussyariah. Buku yang bertutur tentang nilai saintifis Alquran ditinjau dari pelbagai fungsi neuron ini mencantumkan salah satu kisah menarik tentang rumah laba-laba yang disinggung dalam surah Al-Ankabut. Dari penelitiannya itu, saya menarik sebuah kesimpulan tentang ilmu laduni.

Sebelumnya, biar saya nukilkan dulu apa yang ditulis dalam buku tersebut tentang sarang laba-laba:

“Dalam jurnal ilmiah Science, edisi 5 Januari 1996, ilmuwan Jelinski dan koleganya dari Cornell University, Ithacha, New York, mengungkapkan sebagian rahasia laba-laba. Dalam penelitiannya di laboratorium, ditemukan bahwa jaring laba-laba yang diprodukksi dari tubuhnya sendiri itu terbuat dari molekul-molekul berbentuk serat yang tersusun dari residu asam amino glisin 42%, alanin 25% dan 33% sisanya glutamin, serin serta triosin. Analisis Resonansi Magnetik Serat terhadap jaring laba-laba yang mengandung 40% alanin menunjukkan suatu struktur yang sangat rapi, seperti kristal. Jaring laba-laba ternyata tahan air dan memiliki kekuatan lima kali lebih besar dari baja dengan ukuran sama dan dua kali lebih lentur dari serat nilon.

Menurut Bambang Ariwahjoedi dan Zeily Nurachman, ahli kimia dan teknik material dari ITB, kekauatan jaring serat laba-laba adalah 1x1.000.000.000 N/m2. Kekuatan tersebut hampir sama kuatnya dengan serat kevlar,  serat polimer sintetis yang dipakai sebagai bahan pembuatan rompi anti peluru. Ketangguhannya sendiri, empat kali lebih besar. Penelitian membuktikan bahwa jaring laba-laba sanggup menahan dan menjerat serangga besar, kecil, lalat, belalang, sampai burung pipit.

Selain benang laba-laba yang sangat kuat, konstruksi sarang laba-laba juga merupakan salah satu konstruksi paling kokoh. Konstruksi ini mampu menahan beban yang relatif berat dibandingkan berat sarang itu sendiri. Sebuah sarang laba-laba berbobot 1 gram dapat menaham beban 10 gram. Konstruksi sarang laba-laba memungkinkan titik berat sebuah beban yang tertempel pada saarang dapat disebar. Konsep penyebaran titik berat ini menjadi acuan pembangunan konstruksi bangunan yang digunakan  manusia. Gedung, jembatan, dan menara senantiasa mengacu konsep peyebaran titik berat.

Kekuatan bahan dan konstruksi sarang laba-laba mendorong diciptakannya serat laba-laba sintetis yang kemudian dikenal sebagai kevlar. Bahan kevlar saat ini diakui sebagai bahan terkuat di dunia. Kevlar diguanakan sebaai pelapis serat optik. Penggunaan kevlar dalam media kabel komunikasi ini membuat serat optik lebih kuat terhadap serangan fisik. Seandainya sebuah pohon tumbang menimpa serat optik, kabel tidak putus karena terlindung lapisan kevlar.

Kevlar juga mampu menahan benda yang bergerak dengan kecepatan 150m/detik. Setiap benda dipastikan rusak terkenda benda berkecapatan setinggi itu. Namun, benda yang dilapisi kevlar tidak mengalami kerusakan atau hanya kerusakan minimal. Kemampuan kevlar menjadikannya sebagai bahan pembuat jaket anti peluru. Namun perlu diketahui, ternyata kekuatan benang laba-laba masih sepuluh kali lipat kekuatan kevlar.

Kalau ternyata hasil penelitian mengatakan jaring laba-laba sangat kuat, kenapa Alquran menganggap rumah laba-laba itu sangat lemah? Ada paradoks di sini. Para ahli tafsir hanya menyebutkan bahwa rumah laba-laba itu tidak bisa menjadi tempat tinggal karena tidak bisa menahan cuaca dingin dan tidak bisa menjadi tempat berlindung dari terik matahari. Di samping itu, sifat dari rumah laba-laba ini biasanya untuk menjerat mangsa. Itu artinya, kelemahan di sini bukan terletak pada bahan pembuatan maupun konstruksinya. Kelemahan di sini terletak pada fungsi rumah itu sendiri. Fungsi rumah sebagai tempat bernaung keluarga, tempat mendidik dan menyiapkan generasi muda, tidak terdapat pada sarang laba-laba. Rumah laba-laba justru ditangkap, tetapi juga dijadikan mangsa, dan menjadi simpanan makanan untuk kehidupan si laba-laba.”

Sebagaimana yang sudah disebutkan, tafsiran para ulama fokus pada ketidakmampuan rumah laba-laba untuk menahan panas dan dingin, bukan lemahnya rumah ataupun jaring laba-laba itu sendiri. Sangat menarik. Coba kita yang awam membaca sendiri surah Al-Ankabut ayat 41 yang artinya sebagai berikut:

“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.”

Dahulu saya mengatakan bahwa hal ini kontradiktif. Alquran mengatakan bahwa rumah yang paling lemah adalah laba-laba, di sisi lain saya sering mendengar bahwa ada penilitian yang mengatakan bahwa konstruksi dan bahannya sangat kuat. 

Pembacaan saya atas ayat tersebut tentunya berbeda dengan para ulama. Simpel saja saya mengartikan ayat ini, sarang laba-laba memang benar-benar lemah secara harfiah. Lemparkan saja batu, sarangnya akan rusak. Bahkan tidak perlu menggunakan batu, kertas yang kau gulung untuk kemudian disapukan ke sarang laba-laba sudah cukup untuk memporakporandakan semuanya. Anda mengamini ini? Sama. Kemudian saya berkongklusi: rumah laba-laba memang sangat lemah. 

Lain lagi dengan para ulama, mereka yang hatinya sudah dibuka untuk bersiap menerima cahaya ilmu akan lebih mudah memahami ayat-ayatNya. Ini yang menuntun mereka untuk tidak mengatakan bahwa rumah laba-laba itu sendiri yang lemah, melainkan tujuannya sebagai rumah yang tidak berfungsi.

Bagi saya, ini adalah hal memukau. Ini adalah salah satu bentuk dari ilmu laduni. Para ulama zaman itu tidak mengadakan penelitian mendalam tentang rumah laba-laba, tetapi konklusi mereka tidak menyimpang. Ini juga merupakan tamparan keras bagi para penuntut ilmu, termasuk di dalamnya adalah saya, bahwa ilmu tanpa kebersihan hati adalah nol. Jangan terlalu jumawa karena telah membaca sekian banyak buku. Berapa banyak dari mereka yang keranjingan untuk membaca tapi justru tersesat, menjadi liberal misalnya. Jadi kita butuh pelita yang membantu dalam membaca. Agar huruf A tetap menjadi A, agar kalimat yang tersusun dari tujuh huruf tetaplah tujuh huruf.

Imam Waki’, guru Imam Syafii telah menasehati sang murid dengan petuah yang masyhur, “Sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya dan cahaya Allah tidak diberikan kepada mereka yang tidak menaatiNya.”

No comments:

Post a Comment