Judul buku: Ma’âlim
al-Manhaj al-Islami
Pengarang: Muhammad
Imarah
Penerbit: Dar as-Syuruq
Tahun terbit: 1991
Halaman: 260
Buku ini menelaah permasalahan yang sedang dihadapi para ulama masa ini.
Sebuah kekacauan berpikir akibat dari legitimasi pemikiran di berbagai bidang
yang tidak mempunyai rambu-rambu panutan. Penulis menyebutkan kalau saja semua
merasakan tentang kekacauan tersebut maka itu adalah bukti tentang eksistensi
dari kekacauan itu. Hal itulah yang selanjutnya menurut penulis menimbulkan
sebuah lahan dan pekerjaan baru untuk membahas perbedaan di dalamnya, penyebab
munculnya dan termasuk pula cara untuk mengatasinya.
Penulis yang bernama lengkap
Muhammad Imarah Musthafa Imarah saat ini telah menghasilkan 150 karya baik
berupa karangan atau hasil suntingan. Dan tidak sedikit dari karyanya yang
sudah diterjemahkan ke bahasa-bahasa asing seperti Turki, Malawi, Urdu,
Inggris, Perancis, Rusia, Spanyol, Jerman, dan Albania.
Adapun tulisannya pada buku ini berfokus seputar solusi permasalahan
kekacauan pemikiran yang mana ditekankan pada “Al-Manhaj Al-Islami”. Penekanan dalam masalah manhaj adalah karena manhaj berarti: jalan.
bahkan dalam istilah arab manhaj berarti: jalan yang lurus. dan dalam
permasalahan ini berarti sebuah kerangka yang adil yang mengumpulkan dan
menghubungkan antara penanda yang membatasi kedudukan manusia dan fungsinya
serta hubungannya dengan yang lain
Dengan metode yang runtut dan teratur penulis mengemukakan pendapatnya
dalam berbagai masalah. Termasuk juga di dalamnya penulis membubuhi komparasi
peristiwa zaman sekarang dengan masa-masa nubuwah ataupun era Khulafaur
Rasyidin untuk menjelaskan sikap yang seharusnya diambil seorang muslim dari
para panutan mereka. Dan tentunya penulis juga menyertakan firman-firman yang
termaktub dalam Al-Qur’an dan juga hadis-hadis Nabawi.
Pembahasan yang dilakukan penulis dimulai dari pemahaman ketauhidan, konsep
manusia serta korelasi antar makhluq. Penulis sengaja mendahulukan
konsep-konsep tersebut dikarenakan nantinya hal inilah yang menjadi pokok
landasan pemikiran beliau dalam menganalisa dan membuat sebuah rambu dan metode
yang disebutkan penulis pada judulnya “Al-Manhaj Al-Islami”.
Masuk ke bab inti dari buku ini penulis menjabarkan tentang maksud dan arah
dari pada metode al-manhaj al-islami tersebut. Penulis menyampaikan
bahwa metode ini adalah sebuah sikap pertengahan antara pihak yang terlalu
berlebih-lebihan atau bahkan hingga pada tahap ekstrim atas suatu permasalahan
dengan pihak yang menyepelekan hal tersebut. Berlandaskan sebuah ayat di
Al-Qur’an ummatan wasathan penulis mengemukakan bahwa pertengahan yang
dimaksud bukan perbedaan dengan kedua belah pihak yang bertentangan secara
menyeluruh. Melainkan sangkalan terhadap sikap berlebihan dengan mengumpulkan
sikap yang masih bisa disatukan dari keduanya.
Selanjutnya Duktur Imarah memberikan beberapa contoh dari penerapan metode
tersebut yang secara umum kita rasakan dalam keseharian kita. Salah satunya
menyangkut masalah dua pemahaman kontradiktif antara pilar agama yang sudah
selesai pada era kenabian dengan diutusnya seorang mujadid pada tiap 100
tahunnya. Penulis menyatakan dengan menerapkan metode tawasshut maka akan didapati bahwa pembaharuan adalah
sebagai perluasan dari ushul agama serta menunjukkan jaminan atas
keabsolutan dan keabsahannya sepanjang masa. Dan dengan metode itu kita
terhindar dari sikap pasif (jumud) pada ushul atas pembaharuan
yang terus terjadi.
Pada bab “an-nash wal ijtihad” terdapat sebuah pebedaan pendapat
antara yang menyatakan kewajiban mengikuti nash dengan kubu yang memilih
ijtihad untuk menyelasaikan masalah. Dengan metode tawasshutnya penulis
memulai analisa pada pelurusan term atau istilah yang dipermasalahkan oleh
kedua belah pihak. Setelah mengumpulkan pendapat beberapa
ulama penulis mendapatkan bahwa pemikiran yang dikeluarkan dalam hal penjelasan
juga termasuk nash. Dan dengan begitu didapati bahwasanya antara nash
dan ijtihad mempunyai ketergantungan sebagaimana terdapat pula hubungan
keterikatan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Di bab lain penulis membuat analisanya dengan cara komparasi sejarah. Pada
bab “Ar-Rojul wal Mar’ah” Duktur Imarah mengungkapkan metode tawasshutnya
yang menghasilkan kesimpulan bahwa antara perempuan dan laki-laki adalah satu
yaitu “muslim”. Keduanya bagaikan satu tubuh yang masing-masing memiliki fungsi
dan tugasnya. Dan akan mustahil jika keduanya melakukan satu pekerjaan yang
sama. Selanjutnya komparasi sejarah yang disebut adalah peristiwa bai’atu
ridhwan, bai’atu aqabah dan beberapa peperangan di zamannya menunjukkan
kedudukan perempuan dalam batasan kecakapan mereka dalam bidang masing-masing.
Di akhir dari ulasan buku penulis menambahkan satu bab yang menerangkan
cara dari pada penerapan metode ini. Sebagaimana juga merupakan jawaban dari
kekalutan atas kekacauan berpikir yang menghantui umat pada era ini. Hal yang
dimaksud adalah jihad yang diartikan dari sudut pandang yang memahaminya
sebagai seruan menuju agama yang benar dengan mengerahkan kemampuan dari
perkataan atau perbuatan di berbagai sektor kehidupan. Dengan pengertian
tersebut Duktur Imarah mengarahkan jihad tersebut lebih condong pada al-jihad
al-fikri.
*Ditulis pada 28 Maret 2011
No comments:
Post a Comment