Wednesday, December 30, 2015

Ma’alimul Manhaj Al-Islami

Judul buku: Ma’âlim al-Manhaj al-Islami
Pengarang: Muhammad Imarah
Penerbit: Dar as-Syuruq
Tahun terbit: 1991
Halaman: 260

Buku ini menelaah permasalahan yang sedang dihadapi para ulama masa ini. Sebuah kekacauan berpikir akibat dari legitimasi pemikiran di berbagai bidang yang tidak mempunyai rambu-rambu panutan. Penulis menyebutkan kalau saja semua merasakan tentang kekacauan tersebut maka itu adalah bukti tentang eksistensi dari kekacauan itu. Hal itulah yang selanjutnya menurut penulis menimbulkan sebuah lahan dan pekerjaan baru untuk membahas perbedaan di dalamnya, penyebab munculnya dan termasuk pula cara untuk mengatasinya.


Penulis yang bernama lengkap Muhammad Imarah Musthafa Imarah saat ini telah menghasilkan 150 karya baik berupa karangan atau hasil suntingan. Dan tidak sedikit dari karyanya yang sudah diterjemahkan ke bahasa-bahasa asing seperti Turki, Malawi, Urdu, Inggris, Perancis, Rusia, Spanyol, Jerman, dan Albania.

Adapun tulisannya pada buku ini berfokus seputar solusi permasalahan kekacauan pemikiran yang mana ditekankan pada “Al-Manhaj Al-Islami”. Penekanan dalam masalah manhaj adalah karena manhaj berarti: jalan. bahkan dalam istilah arab manhaj berarti: jalan yang lurus. dan dalam permasalahan ini berarti sebuah kerangka yang adil yang mengumpulkan dan menghubungkan antara penanda yang membatasi kedudukan manusia dan fungsinya serta hubungannya dengan yang lain

Dengan metode yang runtut dan teratur penulis mengemukakan pendapatnya dalam berbagai masalah. Termasuk juga di dalamnya penulis membubuhi komparasi peristiwa zaman sekarang dengan masa-masa nubuwah ataupun era Khulafaur Rasyidin untuk menjelaskan sikap yang seharusnya diambil seorang muslim dari para panutan mereka. Dan tentunya penulis juga menyertakan firman-firman yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga hadis-hadis Nabawi.

Pembahasan yang dilakukan penulis dimulai dari pemahaman ketauhidan, konsep manusia serta korelasi antar makhluq. Penulis sengaja mendahulukan konsep-konsep tersebut dikarenakan nantinya hal inilah yang menjadi pokok landasan pemikiran beliau dalam menganalisa dan membuat sebuah rambu dan metode yang disebutkan penulis pada judulnya “Al-Manhaj Al-Islami”.

Masuk ke bab inti dari buku ini penulis menjabarkan tentang maksud dan arah dari pada metode al-manhaj al-islami tersebut. Penulis menyampaikan bahwa metode ini adalah sebuah sikap pertengahan antara pihak yang terlalu berlebih-lebihan atau bahkan hingga pada tahap ekstrim atas suatu permasalahan dengan pihak yang menyepelekan hal tersebut. Berlandaskan sebuah ayat di Al-Qur’an ummatan wasathan penulis mengemukakan bahwa pertengahan yang dimaksud bukan perbedaan dengan kedua belah pihak yang bertentangan secara menyeluruh. Melainkan sangkalan terhadap sikap berlebihan dengan mengumpulkan sikap yang masih bisa disatukan dari keduanya.

Selanjutnya Duktur Imarah memberikan beberapa contoh dari penerapan metode tersebut yang secara umum kita rasakan dalam keseharian kita. Salah satunya menyangkut masalah dua pemahaman kontradiktif antara pilar agama yang sudah selesai pada era kenabian dengan diutusnya seorang mujadid pada tiap 100 tahunnya. Penulis menyatakan dengan menerapkan metode tawasshut  maka akan didapati bahwa pembaharuan adalah sebagai perluasan dari ushul agama serta menunjukkan jaminan atas keabsolutan dan keabsahannya sepanjang masa. Dan dengan metode itu kita terhindar dari sikap pasif (jumud) pada ushul atas pembaharuan yang terus terjadi.

Pada bab “an-nash wal ijtihad” terdapat sebuah pebedaan pendapat antara yang menyatakan kewajiban mengikuti nash dengan kubu yang memilih ijtihad untuk menyelasaikan masalah. Dengan metode tawasshutnya penulis memulai analisa pada pelurusan term atau istilah yang dipermasalahkan oleh kedua belah pihak. Setelah mengumpulkan pendapat beberapa ulama penulis mendapatkan bahwa pemikiran yang dikeluarkan dalam hal penjelasan juga termasuk nash. Dan dengan begitu didapati bahwasanya antara nash dan ijtihad mempunyai ketergantungan sebagaimana terdapat pula hubungan keterikatan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Di bab lain penulis membuat analisanya dengan cara komparasi sejarah. Pada bab “Ar-Rojul wal Mar’ah” Duktur Imarah mengungkapkan metode tawasshutnya yang menghasilkan kesimpulan bahwa antara perempuan dan laki-laki adalah satu yaitu “muslim”. Keduanya bagaikan satu tubuh yang masing-masing memiliki fungsi dan tugasnya. Dan akan mustahil jika keduanya melakukan satu pekerjaan yang sama. Selanjutnya komparasi sejarah yang disebut adalah peristiwa bai’atu ridhwan, bai’atu aqabah dan beberapa peperangan di zamannya menunjukkan kedudukan perempuan dalam batasan kecakapan mereka dalam bidang masing-masing.

Di akhir dari ulasan buku penulis menambahkan satu bab yang menerangkan cara dari pada penerapan metode ini. Sebagaimana juga merupakan jawaban dari kekalutan atas kekacauan berpikir yang menghantui umat pada era ini. Hal yang dimaksud adalah jihad yang diartikan dari sudut pandang yang memahaminya sebagai seruan menuju agama yang benar dengan mengerahkan kemampuan dari perkataan atau perbuatan di berbagai sektor kehidupan. Dengan pengertian tersebut Duktur Imarah mengarahkan jihad tersebut lebih condong pada al-jihad al-fikri.

*Ditulis pada 28 Maret 2011



No comments:

Post a Comment