Saturday, December 26, 2015

Hegemoni Peradaban

Kemajemukan kehidupan  manusia membuat satu sama lain terikat atas kebutuhan tertentu. Para filsuf membahasakannya dengan kalimat manusia adalah makhluk sosial. Atas interaksi satu sama lain ini, terbentuklah entitas-entitas tertentu yang disatukan oleh bermacam-macam sudut persamaan.

Entitas tersebut dalam wacana kontemporer memiliki berbagai macam bentuk. Ada yang berbentuk kelompok kecil di pedesaan, ada yang berbentuk serikat kerja, kelompok hobi, kepentingan politik, budaya, hingga ideologi. Masing-masing berangkat dari titik persamaan yang berbeda. Jika yang pertama berdasarkan kesamaan kebutuhan, yang kedua berdasarkan kesamaan pekerjaan, selanjutnya hobi, dan seterusnya. Dalam skala makro, berbagai kelompok tadi mempunyai entitas yang lebih universal, terangkum dalam suatu peradaban.

Peradaban paling kuno yang berhasil dicatat sejarah adalah Mesir Kuno. Peradaban yang berpusat sepanjang sungai nil ribuan tahun yang lalu ini menyisakan beberapa hal penting seperti piramida-piramida mereka serta beberapa artefak lainnya. Kemudian ada juga peradaban Yunani Kuno. Berbagai capaiannya yang gemilang dalam hal filsafat membuat peradaban ini masih sering didengungkan walau sudah tidak mempunyai wujud lagi. Ada lagi peradaban Cina Kuno yang juga menyisakan sastra dan filsafat-filsafatnya. Selain itu, Peradaban Islam yang mencapai puncaknya pada kekhilafahan Abbasiyah juga telah menorehkan hal penting dalam sejarah. Sekian banyak kontribusi pada berbagai macam ilmu pengetahuan telah Islam hasilkan sebelum akhirnya peradaban ini redup. Ada juga peradaban Barat yang beberapa abad terakhir ini dianggap menoreh prestasi gemilang.

Penting dicatat bahwa pada masa kejayaan masing-masing peradaban yang telah disebutkan, berbagai peradaban kecil di sekitarnya mengekor. Sebagai contohnya adalah ketika peradaban Islam bersinar di dataran Baghdad, berbagai adat, corak hidup serta ideologi peradaban ini diadaptasi oleh peradaban lainnya.

Sebut saja aspek akidah untuk permisalan, muncul dalam tubuh Nasrani sebuah gerakan yang menolak pengakuan dosa di hadapan pendeta. Gerakan ini menganggap bahwa para pendeta tidak mempunyai hak untuk mengampuni dosa. Pengampunan dosa hanya bisa dilakukan oleh Allah SWT. Data ini ditulis Ahmad Amin yang kemudian dinukil oleh Raghib Sarjani dalam bukunya Mâdzâ Qaddama al-Muslimûn li al-‘Âlâm. Kemudian juga dalam aspek ilmu pengetahuan, peradaban di sekitar Islam berusaha menyerap berbagai keilmuan yang dicapai Islam. Bahkan, mereka sampai mengundang guru-guru Muslim untuk mengajar. Berbagai buku juga dijadikan rujukan tetap oleh para penuntut ilmu di luar peradaban Islam. Kemudian dalam aspek sastra dan bahasa, Raghib Sarjani menukil pernyataan Musthafa Siba’i bahwa salah seorang sastrawan Spanyol ternama pernah berkata bahwa Spanyol Eropa telah banyak mengadopsi bentuk sastra Arab pada masa kejayaannya.

Aspek sastra dan bahasa merupakan indikator paling mudah bagaimana peradaban lain mengekor ke sebuah peradaban yang lebih besar. Masih dalam buku yang sama, Min Rawâ`i’ Hadhâratinâ, Musthafa Siba’i menukil pengakuan seorang orientalis berkebangsaan Belanda,  tentang bertumbuhnya bahasa Arab menjadi bahasa yang dipelajari di banyak belahan Eropa. Orientalis tersebut berkata bahwa para cendekiawan Nasrani telah terpesona oleh indahnya sastra Arab. Para cendekiawan itu rela meninggalkan bahasa asli mereka dan beralih ke bahasa yang sebenarnya menindas mereka. Tujuan mereka mempelajari sastra Arab bukan untuk mencari celah, tetapi agar bisa mendapatkan dan menerapkan struktural gaya sastra Arab. Mereka bahkan sampai membuat perpustakaan-perpusatakaan besar yang diisi dengan berbagai buku berbahasa Arab. Bahkan, mereka sangat bangga ketika mempunyai segudang karya-karya Arab.

Inilah yang dimaksud oleh Ibnu Khaldun bahwa golongan yang kalah akan selalu mengekor serta mengadopsi corak hidup golongan yang menang. Artinya, corak hidup golongan yang menang akan menghegemoni berbagai golongan lainnya. Contoh yang penulis sebutkan di atas adalah gambaran ketika peradaban Islam mampu mempengaruhi atmosfer peradaban lain, menghegemoni corak hidup mereka.

Sebenarnya tidak selamanya peradaban yang besar menghegemoni peradaban lainnya. Ada faktor utama yang meyebabkan peradaban kecil tadi ‘mau’ mengekor ke peradaban lain yang lebih besar. Sifat mengekor tersebut  pada hakekatnya tumbuh dari kepercayaan jiwa atas kesempurnaan golongan yang menang. Persis seperti seorang anak yang banyak meniru ayahnya. Begitu pula dengan seorang murid yang meniru sang guru. Sama juga ketika kita mempunyai figur yang kita idolakan, sebisa mungkin kita hidup dengan gaya hidupnya. Hal ini sudah dirincikan oleh Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya. Sayangnya, kebanyakan orang hanya mengambil mentah-mentah teori Ibnu Khaldun tadi.

Sangat penting untuk digarisbawahi, ‘kepercayaan akan kesempurnaan golongan lain’. Dalam bahasa sederhana, perasaan tersebut bisa kita ungkapkan dengan kata minder. Jadi, yang sebenarnya menciptakan hegemoni adalah perasaan minder tersebut. Lihat saja para cendekiawan Nasrani yang giat mempelajari Bahasa Arab, mereka minder dengan berbagai keindahan tata bahasa yang ditawarkan bahasa ini. Sama halnya dengan hegemoni peradaban Barat yang terjadi saat ini. Berbagai peradaban yang mengekor, bahkan termasuk Islam sekalipun bermula dari perasaan minder.

Peradaban yang ditawarkan Barat saat ini memang begitu memukau. Capaian yang mereka hasilkan dalam berbagai bidang tentunya tidak bisa dipandang sebelah mata. Tapi, cara kita memandang peradaban itu yang salah. Jika kita memasuki peradaban mereka dari pintu ‘minder’, maka hasilnya adalah fanatik buta. Ragam ideologi, budaya dan ilmu pengetahuan yang mereka bawa kita serap tanpa filter yang sudah disediakan oleh Islam.

Miss World adalah contoh yang paling nyata. Mereka yang menggaungkan perlunya peradaban Islam bersintesis dengan peradaban Barat dalam konteks ini jelas tidak menggunakan filter yang seharusnya. Dalam bidang keilmuan, hermeneutika adalah problematika yang baru-baru ini juga hangat disinggung. Bukankah Islam sudah mempunyai metodologi usul fikih untuk pembacaan teks? Jikalau bukan berangkat dari perasaan minder, hal ini sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi.

Allah sebenarnya telah menyindir kita untuk berhati-hati dengan sikap minder ini. Dalam surat Ali Imran ayat 196 Allah berfiman: “Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebabasan orang-orang kafir bergerak (dalam hal kelancaran dan kemajuan perdagangan serta perusahaan mereka) di dalam negeri.


Berbagai entitas sebagai wujud kemajemukan manusia tadi memang akan selalu bersaing, menghasilkan sebuah dinamika yang membuat sebuah entitas terus berusaha menjadi lebih baik ketimbang kelompok lainnya. Salah satu indikator kesuksesan sebuah kelompok adalah ketika kelompok lain mengakui capaian pihak pertama yang kemudian diikuti. Sebuah hegemoni suatu kelompok atas kelompok lain memang terkadang menjadi tujuan. Tapi jika masing-masing kelompok bisa mengambil capaian pihak lain dengan tetap menjaga karakteristik asli dalam kelompoknya, maka hegemoni itu bisa direduksi.

No comments:

Post a Comment